"Banyak terdapat data tidak lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak lengkap, penerima bantuan tidak disertai NIK dan anomali-anomali lainnya," kata Staf Khusus Menteri PPN/Bappenas Ervan Maksum saat diskusi daring dengan tema menyoal data bansos COVID-19 pentingnya audit teknologi untuk menguraikan ketidakharmonisan data di Jakarta, Rabu.
Kemudian tantangan manajemen data terkait bantuan sosial lainnya meliputi duplikasi NIK dimana digunakan oleh lebih dari satu orang nama dalam daftar penerima bantuan.
Baca juga: Bappenas tekankan pentingnya data dalam Satu Data Indonesia
Sebagai contoh, kata dia, terdapat satu NIK yang digunakan dengan enam nama berbeda dalam penerima Program Keluarga Harapan (PKH) sehingga seluruh nama tersebut menerima bantuan PKH.
Ia mengatakan data yang tidak ter-update atau diperbarui juga menjadi tantangan manajemen tersendiri. Misalnya data terkait dengan lokasi domisili, status pekerjaan dan lainnya.
"Sebagai contohnya kondisi ekonomi sudah tergolong baik, akan tetapi masih terdata sebagai masyarakat rentan," ujarnya.
Selanjutnya, tidak padannya data penerima bantuan PKH, sembako atau usulan dengan data yang terdapat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Baca juga: Kemnaker selesaikan pemeriksaan data subsidi gaji tahap III pekan ini
Hal ini termasuk pula tidak padannya data DTKS dengan data kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Contoh dalam DTKS penerima bantuan berlokasi di Yogyakarta, akan tetapi dalam data Disdukcapil yang bersangkutan malah berlokasi di Brebes.
Tantangan terakhir, data penerima bantuan yang masih tumpang tindih. Ia mencontohkan terdapat Kepala Keluarga (KK) yang menerima sembako reguler dan sembako perluasan. Di sisi lain, terdapat beberapa NIK dalam satu KK yang menerima bantuan yang sama.
"Solusinya ialah dengan mengaktifkan forum satu data atau forum data nasional dimana ada yang kita himpun dari pembina data, Kemendagri, Kementerian Sosial, Komite Penanganan COVID-19 serta berbagai kementerian lain," ujarnya.
Upaya tersebut tidak terlepas dari koordinator tim teknis tata kelola bantuan sosial yang terdiri dari ahli manajemen data, ahli kebijakan publik, saintis data, backend programmer serta frontend programmer.
"Ini untuk mendapatkan bagaimana standar data bantuan sosial, metadata bantuan sosial, kode referensi, interoperabilitas dan daftar data. Tidak hanya di pusat, di daerah juga kita lakukan hal yang sama," kata dia.
Baca juga: Pandemi COVID-19 paksa semua pihak siapkan data yang akurat
Baca juga: Indonesia sedang mewujudkan satu data, sebut IATI
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020