• Beranda
  • Berita
  • Peneliti Inggris rancang alat prediksi risiko kematian pasien COVID-19

Peneliti Inggris rancang alat prediksi risiko kematian pasien COVID-19

10 September 2020 12:44 WIB
Peneliti Inggris rancang alat prediksi risiko kematian pasien COVID-19
Pasien terinfeksi virus corona George Gilbert, 85 dan istrinya Domneva Gilbert, 84, saling berpegangan tangan saat kunjungan singkat karena dirawat di tempat terpisah, keduanya dalam uji TACTIC-R, di rumah sakit Addenbrooke di Cambridge, Inggris, Kamis (21/5/2020). TACTIC-R menguji apakah obat yang ada akan membantu mencegah sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan, yang diharapkan para ilmuwan dapat mencegah kegagalan organ dan kematian pada pasien COVID-19. ANTARA/REUTERS/POOL/Kirsty Wigglesworth/aa.

Ini akan terbukti penting dalam membantu membimbing para dokter untuk secara optimal merawat pasien yang paling sakit

Ilmuwan Inggris telah mengembangkan model penilaian empat tingkat untuk memprediksi risiko kematian pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19.

Hal itu akan membantu dokter untuk memutuskan secara cepat mengenai perawatan terbaik untuk setiap pasien.

Alat tersebut, yang dirinci dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis BMJ pada hari Rabu, membantu dokter memasukkan pasien ke dalam salah satu dari empat kelompok risiko COVID-19 - dari risiko kematian rendah, menengah, tinggi, atau sangat tinggi.

Saat ini rumah sakit di seluruh dunia menghadapi gelombang pasien dengan COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru.

Baca juga: Sekolah-sekolah di Inggris dibuka kembali untuk semester baru
Baca juga: Inggris bantu Rp987 juta untuk bangun peta kerentanan COVID-19


Dokter mengatakan mereka membutuhkan alat prediksi risiko yang lebih cepat dan lebih akurat untuk segera mengidentifikasi pasien dengan risiko kematian tertinggi dan membantu mendapatkan perawatan yang ditargetkan. .

Model baru - disebut Skor Kematian 4C (Coronavirus Clinical Characterization Consortium) - menggunakan data seperti usia, jenis kelamin, kondisi yang mendasari, pernapasan dan tingkat oksigen darah. Hasil studi menunjukkan itu mampu memprediksi risiko lebih akurat daripada 15 model yang sebanding, kata para peneliti, dan itu juga lebih berguna dalam pengambilan keputusan klinis.

"Ini akan terbukti penting dalam membantu membimbing para dokter untuk secara optimal merawat pasien yang paling sakit," kata Ewen Harrison, seorang profesor ilmu bedah dan data di Universitas Edinburgh yang ikut memimpin penelitian dan mempresentasikannya dalam sebuah pengarahan.

Menggunakan berbagai input data, kalkulator risiko memberikan skor mulai dari 0 hingga 21 poin, katanya.
Pasien dengan skor 15 atau lebih memiliki risiko kematian 62 persen dibandingkan dengan 1 persen untuk mereka yang skor 3 atau lebih rendah.

Para peneliti mengatakan pasien dengan Skor Kematian 4C rendah mungkin tidak perlu dirawat di rumah sakit, sementara mereka yang berada dalam kelompok berisiko sedang dan lebih tinggi dapat dipercepat untuk pengobatan yang lebih agresif, termasuk obat steroid dan dirawat di unit perawatan kritis jika perlu.

Lonjakan tajam kasus COVID-19 di Inggris sebanyak 2.988 kasus pada Minggu, yang tertinggi sejak Mei, "mengkhawatirkan", menurut Menteri Kesehatan Matt Hancock, meski, tambahnya, didominasi oleh orang yang lebih muda.

"Peningkatan jumlah kasus yang kita saksikan hari ini mengkhawatirkan," ucapnya. "Sebagian besar kasus terjadi di kalangan orang yang lebih muda, tetapi kita telah melihat di negara lain di seluruh dunia dan di Eropa bahwa peningkatan kasus di kalangan orang muda semacam ini menimbulkan lonjakan di populasi seluruh dunia."

Hancock mengatakan semua orang harus mengikuti aturan menjaga jarak sosial guna mencegah penyebaran infeksi.

Baca juga: Menkes Inggris: jeda uji coba vaksin AstraZeneca tak mesti kemunduran
Baca juga: Karantina "membingungkan" di Inggris karena aturan berbeda-beda

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020