• Beranda
  • Berita
  • Jakarta PSBB lagi, Peneliti minta kelancaran rantai pasokan pangan

Jakarta PSBB lagi, Peneliti minta kelancaran rantai pasokan pangan

10 September 2020 19:28 WIB
Jakarta PSBB lagi, Peneliti minta kelancaran rantai pasokan pangan
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Galuh Octania (Istimewa)
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania meminta agar Pemerintah memastikan kelancaran rantai pasok pangan, seiring dengan keputusan Pemprov DKI Jakarta yang kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Menurut Galuh, upaya meminimalisasi gangguan pada distribusi komoditas pangan antardaerah sangat penting untuk menghindari kelangkaan pada saat pandemi.

Hal itu karena produsen utama komoditas pangan pokok seperti beras, ayam, dan gula semuanya terpusat di Jawa, lalu didistribusikan ke berbagai kota di Pulau Jawa dan kota-kota di pulau lain.

"Sinergi antar pemerintah daerah sangat penting untuk membantu kelancaran distribusi. Lebih baik lagi, jika kerja sama ini merangkul  swasta. Banyak di antara mereka yang memiliki jaringan yang lebih efisien," kata Galuh melalui keterangan di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan data BPS, Jawa Tengah merupakan produsen beras terbesar dengan total produksi 5,52 juta ton pada tahun 2019. Selain itu, sebanyak 51,15 persen gula Indonesia diproduksi di Jawa Timur pada tahun 2018.

Sementara itu, Jawa Barat adalah produsen daging ayam terbesar dengan total 886.752 ton pada 2019. Komoditas-komoditas ini perlu didistribusikan, tidak hanya ke daerah-daerah di Pulau Jawa tetapi juga ke seluruh Indonesia.

Jabodetabek dan daerah non produsen pangan lainnya sangat bergantung pada beras dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Di sisi lain, implementasi PSBB telah memengaruhi kelancaran rantai pasok karena adanya pemeriksaan di pos-pos yang terletak di titik akses utama seperti jalan tol dan pelabuhan.

Pemeriksaan ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran rantai pasok pangan walaupun pangan dikecualikan dari pemeriksaan dan pembatasan.

Galuh berpendapat antrean panjang pada pos-pos pemeriksaan dapat secara tidak sengaja menyebabkan daerah-daerah tertentu mengalami kekurangan stok. Padahal daerah-daerah penghasil memiliki stok yang melimpah.

"Penerapan PSBB transisi memang sedikit banyak telah banyak membuka akses distribusi pangan secara normal. Namun dengan diterapkannya kembali PSBB secara ketat, ditakutkan akses distribusi pangan dapat kembali terganggu, utamanya dari dan ke ibu kota," kata dia.

Untuk memastikan kelancaran rantai pasok pangan selama pemberlakuan kebijakan yang membatasi ruang gerak masyarakat, CIPS merekomendasikan beberapa hal.

Yang pertama adalah implementasi PSBB di berbagai daerah dengan berbagai tingkat pembatasan pada pergerakan orang dan barang sudah tepat.

Namun, hal ini harus tetap memperhatikan kelancaran distribusi barang-barang komoditas penting. Selain itu, perlu adanya kejelasan dalam pembatasan kegiatan industri dan transportasi selama PSBB.

Selanjutnya adalah perlunya sinergi antara beberapa kementerian. Kementerian Perindustrian sebaiknya mengeluarkan izin untuk sektor-sektor esensial yang terlibat dalam rantai pasok pangan. Izin ini kemudian dapat digunakan untuk proses verifikasi cepat di pos-pos pemeriksaan.

Kementerian BUMN juga perlu mengarahkan perusahaan survei untuk meningkatkan kapasitas survei di pelabuhan. Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah perlu memastikan bahwa protokol kesehatan dipatuhi oleh industri dan penyedia transportasi dengan menetapkan secara jelas sanksi bagi yang melanggar.
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020