"Mereka sengaja datang untuk melihat dan belajar bagaimana proses perdamaian berjalan di Aceh," kata Ketua Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar Ranirry Banda Aceh, Sahlan Hanafiah di Banda Aceh, Senin.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu, mereka mengaku tertarik pada peran perempuan dalam menjaga perdamaian dan semasa konflik.
"Menurut mereka, peran perempuan di Mindanao untuk proses perdamaian sangat kecil, tidak seperti Aceh," katanya.
Selain itu mereka juga mempertanyakan peran ulama Aceh dalam proses perdamaian dan saat konflik melanda Serambi Mekah itu.
Konflik bersenjata di Mindanao Filipina Selatan antara Front Pembebasan Islam Moro dan pemerintah Filipina sejak akhir 1960-an dan sampai saat ini masih berlanjut meskipun berbagai upaya perundingan sudah dilakukan.
Fasilitator kegiatan, Alfiansyah yang juga anggota Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik IAIN Ar Ranirry mengatakan, ke 13 itu akan berada di Aceh selama tujuh hari.
"Mereka belajar dan ada beberapa hal yang bisa dipetik dari proses damai di Aceh yang diharapkan bisa diterapkan untuk penyelesaian konflik di Mindanao," kata Alfiansyah.
Menurutnya, ada beberapa persamaan antara Aceh dengan Mindanao sehingga mereka tertarik belajar proses perdamaian yang berjalan di Aceh setelah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) damai Helsinki.
"Mindanao dan Aceh memiliki kesamaan dari segi konflik dan sama-sama muslim," tambahnya. (*)
Pewarta: jafar
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010