"Keuntungan pelaku sejak tahun 2018-2020, sudah ratusan juta keuntungannya," kata Sudjarwoko saat jumpa pers di Mapolres, Jumat.
Kapolres menjelaskan jasa membuat sebuah KTP palsu bervariasi antara Rp300 ribu hingga Rp500 ribu.
"Dikatakan palsu karena Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak terdaftar di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil," ujar Kapolres.
Kapolres mengatakan masyarakat yang menjadi konsumen jasa tersebut mengetahui KTP elektronik itu palsu. "Karena bentuknya mirip dengan KTP elektronik yang dikeluarkan Disdukcapil," katanya.
Baca juga: Polres Jakarta Utara ungkap sindikat pemalsuan KTP elektronik
Baca juga: Polda Metro tangkap pemalsu sertifikat aset Pemprov
Para konsumen adalah masyarakat yang membutuhkan pekerjaan, mengambil kredit fiktif hingga yang ingin menikah.
Polisi telah menangkap lima tersangka yakni DWM dan I dengan peran sebagai calo. Kemudian tersangka E berperan sebagai pemalsu KTP, sementara tersangka FS dan LA berperan sebagai penyedia blanko bagi masyarakat yang membutuhkan untuk dibuatkan KTP palsu.
Dua tersangka lainnya masih buron yakni FS dan LA berperan sebagai penyedia blanko.
Para tersangka dijerat dengan pasal 96 juncto pasal 5 huruf F dan huruf G Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Pewarta: Fauzi
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020