• Beranda
  • Berita
  • JK: Sertifikasi ulama relevan untuk masjid di instansi pemerintahan

JK: Sertifikasi ulama relevan untuk masjid di instansi pemerintahan

13 September 2020 18:36 WIB
JK: Sertifikasi ulama relevan untuk masjid di instansi pemerintahan
Dokumentasi - Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla menyampaikan sambutan saat Milad Ke-47 DMI di Jakarta, Rabu (17/7/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj/aa.

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla mengatakan wacana sertifikasi bagi para ulama bisa diterapkan untuk masjid yang dimiliki kantor-kantor pemerintahan, bukan untuk semua masjid di Indonesia.

"Sertifikasi itu khususnya untuk da'i yang mau ceramah di masjid yang diatur oleh kantor-kantor pemerintah. Jadi, kantor pemerintah atau masjidnya hanya mengundang da'i yang sudah tersertifikasi, tapi tidak untuk semua masjid yang ada di Indonesia," kata Jusuf Kalla dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

Menurut JK, untuk menerapkan sertifikasi terhadap seluruh da'i di semua masjid yang ada di daerah bukan pekerjaan mudah. Terlebih lagi, lanjutnya, kiai bukan merupakan label yang diperoleh karena menyelesaikan pendidikan tertentu, melainkan diperoleh berdasarkan penilaian masyarakat.

"Ulama atau kiai itu gelar yang diberikan oleh masyarakat, bukan oleh instansi resmi. Yang harus diingat, ulama atau kiai di Indonesia jumlahnya jutaan, bagaimana bisa disertifikasi sebanyak itu?" tambahnya.

Jumlah ulama yang ada di Indonesia, menurut JK, mencapai jutaan orang, sehingga apabila Kementerian Agama ingin melakukan sertifikasi terhadap para penceramah tersebut maka akan memerlukan waktu dan tenaga ekstra.

"Bisa jadi juga ia (ulama) tidak bergelar (pendidikan formal) apa-apa, tetapi karena memiliki ilmu agama yang baik, maka masyarakat memberinya gelar ulama," katanya.

Kementerian Agama sedang menyusun program peningkatan kapasitas bagi penyuluh agama dan penghulu agama Islam, yang saat ini jumlahnya tercatat sedikitnya 50.000 penyuluh dan 10.000 penghulu.

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat Islam, dengan memberikan pelatihan dalam hal zakat, wakaf dan moderasi beragama. Pada akhir program tersebut, para penghulu dan penceramah agama Islam akan mendapatkan sertifikasi.

Baca juga: Menag: Penceramah tidak bersertifikat tidak akan dilarang

Sementara itu, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan program tersebut bersifat tidak mengikat, sehingga tidak ada sanksi bagi para da'i yang tidak mau mengikuti program bersertifikat itu.

Kemenag akan menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyusun program peningkatan kompetensi individu di bidang dakwah yang berkarakter, berwawasan keagamaan mendalam, serta berlandaskan pada komitmen falsafah kebangsaan, kata Fachrul.

Selain MUI, para pemateri program peningkatan kapasitas pendakwah tersebut berasal dari Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), akademisi dan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.

"Diharapkan BPIP bisa memberikan pembekalan tentang Empat Pilar, BNPT tentang pergolakan dengan latar belakang agama yang destruktif dan Lemhanas tentang wawasan kebangsaan," ujar Menag.

Baca juga: Kemenag: Sertifikasi penceramah tidak seperti sertifikasi profesi

Baca juga: MUI tolak sertifikasi dai

Baca juga: BNSP akan kembangkan Sistem Nasional Sertifikasi Kompetensi Dai

Baca juga: Wapres: standardisasi da'i dapat kurangi radikalisme

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020