Sanksinya berupa penundaan pelantikan selama 6 bulan bagi kepala daerah pemenang yang melakukan pelanggaran pilkada.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengingatkan KPU terkait kekhawatiran munculnya klaster COVID-19 dalam Pilkada Serentak 2020 karena ada beberapa tahapan yang berpotensi terjadi penyebaran virus corona sehingga harus diantisipasi sejak dini.
Menurut dia, pemerintah sudah memutuskan Pilkada Serentak 2020 harus tetap berjalan dan menjadi ajang pemilihan kepala daerah yang demokratis. Namun, dalam pelaksanaannya, harus berjalan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Kekhawatiran akan adanya ledakan klaster COVID-19 lainnya, kata dia, diprediksi terjadi pada tanggal 23—24 September 2020.
"Apabila tidak diantisipasi, ini adalah momentum yang akan banyak kerumunan massa. Pada tanggal itu para calon kepala daerah akan mengikuti penetapan Pasangan calon dan pengundian nomor urut," kata Doli dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, dalam kondisi pandemi, memang sempat timbul keraguan munculnya klaster-klaster baru karena proses dan pentahapan Pilkada 2020.
Awalnya tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) pada tanggal 15 Juli—13 Agustus 2020 dikhawatirkan akan menjadi sumber ledakan penularan COVID-19 Namun, lanjut dia, prediksi tersebut tidak terjadi.
Doli mengatakan bahwa pada tahapan krusial berikutnya adalah pendaftaran pasangan calon pada tanggal 4—6 September 2020. Diprediksi juga terjadi ledakan COVID-19 karena adanya potensi pengumpulan massa belum menunjukkan tanda-tanda adanya klaster baru pilkada.
"Kita masih harus menunggu sampai 14 hari berlalu, yang memang tinggal beberapa hari lagi dari saat ini. Jika masa itu berlalu dengan aman, artinya kita tinggal mengantisipasi tahapan berikutnya," ujarnya.
Tahapan krusial ketiga, menurut Doli, diprediksi akan terjadi pada tanggal 23—24 September 2020, yaitu para calon kepala daerah akan mengikuti penetapan pasangan calon dan pengundian nomor urut. Tahapan itu harus diantisipasi karena diprediksi akan banyak kerumunan massa.
Tahapan krusial keempat, lanjut dia, pada tanggal 26 September hingga 5 Desember 2020, yaitu masa kampanye. Dalam hal ini, KPU sudah membuat aturan yang ketat tentang bentuk kampanye yang disesuaikan dengan protokol kesehatan.
"Waktu kampanye ini juga dikhawatirkan terjadi klaster baru COVID-19," katanya.
Tahapan kritis kelima, kata Doli, diprediksi akan terjadi pada tanggal 9 Desember 2020 yaitu saat para pemilih akan memberikan suara sebagai puncak dari pilkada di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di berbagai daerah.
Doli berharap masyarakat tetap mengikuti protokol kesehatan dengan penuh disiplin saat menggunakan hak suaranya.
“Kita harus disiplin, hati-hati, dan patuh pada protokol kesehatan. Sudah banyak paslon yang diberi peringatan oleh penyelenggara pemilu. Jika terbukti tidak disiplin, akan dijatuhkan sanksi," katanya.
Menurut dia, sanksi yang paling berat dapat dimulai dari diskualifikasi paslon hingga penundaan pelantikan selama 6 bulan bagi kepala daerah pemenang yang melakukan pelanggaran pilkada.
Doli kembali mengingatkan agar semua aturan pilkada dipatuhi termasuk protokol kesehatan yang disiplin dan ketat agar tidak menjadi klaster penyebaran COVID-19.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020