Menurut dia dalam rapat Baleg DPR di Senayan, Jakarta, Kamis, dengan adanya kewenangan menyadap oleh Kejaksaan tersebut akan mengefektifkan pelaksanaan putusan hukuman utamanya pada tindak pidana korupsi.
Sebab, ia menilai tugas Jaksa yang paling berat pada tindak pidana korupsi itu ada pada pelaksanaan putusan pengadilan, kata Supratman.
"Karena ada dua, di samping dia (terpidana) menjalani pidana badan, juga kewajiban untuk mengembalikan kerugian keuangan negara," kata Supratman dalam kesempatan tersebut.
Supratman menilai Kejaksaan akan mengalami kesulitan dalam memastikan dua kewajiban pasca-putusan pengadilan itu dilaksanakan terpidana, apabila kemudian terpidana buron.
"Nah, kalau orangnya buron, bagaimana caranya untuk bisa mengembalikan keuangan negara? Siapa yang bisa mengontrol?" kata Supratman.
"Saya usulkan supaya kewenangan penyadapan dalam rangka pelaksanaan putusan khususnya di dalam tindak pidana korupsi itu diberikan kepada Kejaksaan," kata Supratman pula.
Kendati demikian, Supratman mengatakan usulan itu belum tentu diterima oleh Komisi III DPR RI selaku pengusul RUU Kejaksaan.
"Nanti silakan, teman-teman pengusul, kalau setuju, kami coba akan masukkan. Kira-kira begitu pak, ya. Nanti ke depan, (kewenangan penyadapan) ini pasti terus bergulir," kata Supratman.
Selain itu, DPR RI tentu juga akan mendengar sikap pemerintah dalam pembahasan RUU Kejaksaan di Komisi III DPR RI.
Supratman menegaskan bahwa Badan Legislasi DPR RI hanya melaksanakan harmonisasi, bukan untuk membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
"Pembahasan DIM, nanti di Komisi III," kata Supratman.
Pemberian kewenangan penyadapan dalam RUU Kejaksaan disebutkan dalam Pasal 30 Ayat (5) Huruf g yaitu 'Di bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.'
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020