"Hampir semua bidang butuh sentuhan sosiologi, mulai dari bidang ekonomi, hingga politik, semuanya perlu pendekatan sosiologis. Salah satunya pendekatan sosiologi konflik," kata Susan di Makassar, Jumat.
Dia mengatakan berbagai relasi antar manusia, antar kelompok, dan antar negara tidak pernah bersih dari muatan kepentingan, penguasaan, permusuhan dan penindasan.
Baca juga: Mendagri: Redam konflik pilkada melalui isu penanganan COVID-19
Menurut alumni S3 Universitas Doshisha Jepang ini, hal itulah kodrat sosial dalam sejarah masyarakat manusia, sehingga membutuhkan pendekatan sosiologi konflik di dalamnya, terutama dalam menghadapi persoalan pilkada.
Hanya saja, kata Novri, nilai dan norma sosial memiliki sifat yang statis, bahkan pada tingkat kritis tidak mampu membuka peluang pemecahan masalah pada saat relasi sosial memanas oleh kepentingan dan perilaku bermusuhan.
“Kondisi inilah yang menciptakan krisis relasi sosial yang mana setiap subjek jatuh pada berbagai pilihan untuk menjatuhkan dan meniadakan subjek yang lain,” kata alumni S2 Studi Konflik dan Perdamaian Universitas PBB tersebut.
Baca juga: Kapolri tinjau simulasi penanganan ancaman konflik pada Pilkada 2020
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjutnya, dibutuhkan pemecahan masalah yang diciptakan melalui proses sinergis dan dinamis dari berbagai kelompok kepentingan dalam relasi konflik.
Menurut dia, proses sinergis dan dinamis bisa dibangun melalui pengembangan dan wawasan terkait disiplin ilmu sosiologi konflik yang diterapkan di lapangan.
Baca juga: Bawaslu rilis 24 daerah rawan konflik Pilkada 2020
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020