Dalam siaran pers PBNU yang diterima di Jakarta, Senin, KH Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya akan berbicara dalam panel tentang Hak Asasi Manusia yang diprakarsai Amerika Serikat dalam forum tersebut.
Panelis lainnya adalah Mary Ann Glendon, seorang profesor emeritus bidang hukum dari Universitas Harvard, AS dan Hu Ping, seorang aktivis demokrasi asal China.
Untuk diketahui, pada 8 Juli 2019, Menteri Luar Negeri AS Michael R. Pompeo, berinisiatif membentuk Commission on Unalienable Rights (Komisi untuk Hak-Hak Asasi Manusia Yang Tak Dapat Dibatalkan), beranggotakan sebelas orang dari kalangan intelektual, filsuf, dan agamawan Amerika.
Di antaranya, Hamzah Yusuf Hanson selaku tokoh muslim pemilik Zaituna Foundation di Berkeley, David Tse-Chien Pan dari Universitas California, Rabbi Meir Soloveichik, seorang pemimpin Yahudi Ortodoks, dan lain-lain.
Komisi yang diketuai Mary Ann Glendon itu ditugasi untuk memberikan pertimbangan kepada Pemerintah AS dalam membuat kebijakan-kebijakan terkait hak-hak asasi manusia dengan didasarkan atas prinsip-prinsip dasar Amerika dan Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) tahun 1948.
Pada 26 Agustus 2020, Komisi tersebut meluncurkan hasil kerja mereka dan telah diterjemahkan ke dalam tujuh bahasa.
Panel di Majelis Umum PBB yang sudah dijadwalkan itu dimaksudkan untuk mendialogkan pandangan-pandangan Komisi tersebut dengan tradisi-tradisi yang berbeda, dalam hal ini dengan Islam diwakili Nahdlatul Ulama dan Konfusianisme.
Panel akan dibuka oleh Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft, dan pidato kunci oleh Mike Pompeo, dipandu oleh Robert A. Destro, Asisten Sekretaris Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Tenaga Kerja, Departemen Luar Negeri AS yang berlangsung secara daring.
"Saya akan memaparkan pandangan-pandangan dan wacana terkait HAM yang telah berkembang di lingkungan Nahdlatul Ulama. Mulai dari teologi Ukhuwah Basyariyah yang dicetuskan oleh KH Achmad Siddiq pada 1984, Deklarasi Nahdlatul Ulama ISOMIL 2016, Deklarasi Islam Untuk Kemanusiaan 2017, Manifesto Nusantara 2018, dan Hasil Bahtsul Masail Musyawarah nasional Alim-Ulama Nahdlatul Ulama di Kota Banjar 2019 yang lalu," kata Gus Yahya.
Baca juga: Gus Yahya: Rekontekstualisasi agama Ibrahimiyah permudah pembauran
Baca juga: PKB apresiasi Katib Aam PBNU terpilih jadi anggota Komisi Indo-Pasifik
Baca juga: Nahdlatul Ulama tetap ikut program organisasi penggerak
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020