..pengembangan food estate di Sumatera Utara harus menggunakan pendekatan satu sistem.
Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis secara cepat untuk rencana pembangunan food estate di Sumatera Utara.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin dalam Rapat Kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Rabu, mengatakan lokasi yang diajukan seluas 30.000 hektare (ha) ternyata berbeda dengan lahan yang bisa digunakan untuk food estate, karenanya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) perlu melengkapi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan titik koordinat lahan mana yang memang akan diubah menjadi pertanian.
"Kementan bilang khusus untuk bawang putih, bawang merah dan kentang. Kalau kita minta ke litbang pasti enggak ada hitung-hitungan soal potensi bencananya. Lokasinya di atas 1000 meter, itu labil," kata Sudin soal rencana Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan holtikultura di food estate Sumatera Utara.
Karenanya, ia meminta KLHK melengkapi KLHS dari food estate di Sumatera Utara itu dengan koordinat yang pasti dari lokasi lahan yang memang dapat digunakan berdasarkan kajian lingkungannya. Sehingga dewan bisa melihat kesesuaiannya dengan yang diusulkan Kementan.
"Saya enggak mau gara-gara tanam kentang nanti longsor. Nanti justru Kehutanan yang disalahkan," ujar Sudin.
Baca juga: Prabowo targetkan 1,4 juta hektare lahan singkong pada akhir 2025
Dalam kesimpulan Rapat Kerja tersebut, pada salah satu poinnya, DPR meminta KLHK untuk melakukan KLHS secara cepat dalam rangka memberikan rekomendasi terbaik untuk pembangunan food estate dengan pola mulisistem menyeluruh di Provinsi Sumatera Utara, yang sekaligus dapat dijadikan sebagai role model dalam pengembangan pertanian untuk mendukung program ketahanan pangan di seluruh Indonesia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan KLHK akan menyampaikan KLHS secara lengkap pada dewan, namun memang perlu dilakukan Forum Grup Diskusi (FGD) karena tidak bisa dijelaskan dalam satu rapat kerja singkat. Prinsipnya dengan KLHS tersebut harus dapat dipastikan kelestarian lingkungan tetap terjaga, bahkan pembangunan food estate sekaligus dapat dilakukan berbarengan dengan pemulihan lingkungan.
Contoh soal lahan seluas 30.000 ha yang diajukan Bupati Humbang Hasundutan (Humbahas) untuk food estate, setelah tim KLHK turun mengecek ke lapangan ternyata hanya layak digunakan sekitar 19.000 ha. Itu karena wilayah lainnya merupakan kawasan hutan dengan fungsi lindung yang menjadi tangkapan air untuk Danau Toba.
Menurut Siti, pengembangan food estate di Sumatera Utara harus menggunakan pendekatan satu sistem. Karenanya tidak bisa hanya wilayah Kabupaten Humbahas saja yang digunakan, tapi ada juga di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Phakpak Bharat yang di wilayah Hutan Produksi tapi sudah tidak berfungsi hutan lagi atau di Hutan Produksi Konversi.
"Maksud Bapak Presiden itu sebetulnya baik. Oleh karena itu, kita tetap jaga hutan yang ada, kita tetap jaga hutan adatnya, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk keperluan penelitian dan pengembangan, juga pendidikan tetap dijaga. Kebun Raya juga tetap ada, kawasan lindung juga dijaga," ujar Siti.
Baca juga: Presiden Jokowi perintahkan penyusunan rencana induk "food estate"
Siti mengatakan lokasi yang akan digunakan menjadi food estate di Sumatera Utara tersebut juga tidak bertumpang tindih dengan wilayah jelajah satwa. "Wilayah jelajah satwa tidak di situ, lebih di wilayah selatannya. Secara overview kondisi alamnya kami laporkan gambarannya seperti itu".
Ia juga mengatakan KLHK masih akan mendalami lagi untuk bisa menghasilkan KLHS dari pembangunan food estate tersebut. Secara lingkungan, dirinya menyakinkan tidak boleh terjadi penurunan kualitas lingkungan, sehingga area yang akan digunakan yang fungsi hutannya sudah turun.
"Harus agroforestry, harus ada conservation requirement," ujar Siti.
Baca juga: Presiden minta model bisnis "food estate" Kalteng-Sumut segera disusun
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2020