• Beranda
  • Berita
  • Emas anjlok lagi 39,2 dolar, tertekan "greenback" yang terus menguat

Emas anjlok lagi 39,2 dolar, tertekan "greenback" yang terus menguat

24 September 2020 07:10 WIB
Emas anjlok lagi 39,2 dolar, tertekan "greenback" yang terus menguat
ILUSTRASI - Emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange. ANTARA/REUTERS/am.
Emas berjangka turun tajam pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), memperpanjang kerugiannya untuk hari ketiga berturut-turut tertekan berlanjutnya penguatan dolar AS, dengan investor sedang menunggu tanggapan lebih lanjut dari bank-bank sentral utama ketika ketidakpastian ekonomi terus membayang.

Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi COMEX New York Mercantile Exchange, anjlok 39,2 dolar AS atau 2,05 persen, menjadi ditutup pada 1.868,40 dolar AS per ounce. Sehari sebelumnya, Selasa (22/9), emas berjangka terpangkas tiga dolar AS atau 0,16 persen menjadi 1.907,60 dolar AS.

Emas berjangka juga turun tajam 51,5 dolar AS atau 2,62 persen menjadi 1.910,60 dolar AS pada Senin (21/9), setelah terangkat 12,2 dolar AS atau 0,63 persen menjadi 1.962,10 dolar AS pada akhir pekan lalu (18/9), dan jatuh 20,6 dolar AS atau 1,05 persen menjadi 1.949,9 dolar AS pada Kamis (17/9).

"Emas saat ini mengambil isyarat dari dolar ... dan kekuatan dolar terus membebani emas," kata analis Standard Chartered, Suki Cooper.

"Kami dapat memperkirakan pengujian ulang posisi terendah dari awal Agustus, level dukungan teknis berikutnya setelah itu adalah sekitar 1.840 dolar AS per ounce, namun harga mendekati wilayah oversold."

Indeks dolar mencapai tertinggi delapan minggu, meredupkan daya tarik emas bagi pemegang mata uang lainnya.

Harga emas turun, meskipun saham AS melemah setelah data menunjukkan aktivitas bisnis AS turun pada bulan September.

"Ketidakpastian jangka panjang masih membayangi dan tidak ada investor yang akan kehilangan kesempatan untuk menambahkan emas ke portofolionya saat harga rendah," kata Phillip Streible, ahli strategi pasar senior untuk RJO Futures di Chicago.

“Investor menunggu dan mengawasi apa yang akan dilakukan bank-bank sentral utama selanjutnya. Saat ini sebagian besar kebijakan moneter dan fiskal yang tersedia telah diterapkan."

Pembuat kebijakan "bahkan tidak akan mulai berpikir" tentang menaikkan suku bunga sampai inflasi mencapai 2,00 persen, Wakil Ketua Federal Reserve Richard Clarida mengatakan pada Rabu (23/9).

Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank Cleveland, Loretta Mester mengatakan kebijakan moneter perlu tetap akomodatif selama beberapa tahun ke depan dan lebih banyak stimulus fiskal diperlukan untuk mendukung perekonomian.

Emas yang tidak memberikan imbal hasil sering dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan mata uang.
 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020