Dilema transportasi umum di era COVID-19

24 September 2020 21:02 WIB
Dilema transportasi umum di era COVID-19
Webinar Bijak Bertransportasi di Era Pandemi Covid-19, Selasa (15/9/2020). (ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS/ho.dok.pri)

Pengguna transportasi publik maupun operator harus sama-sama berkomitmen untuk menjadikan transportasi publik sebagai sarana transportasi yang sehat

Transportasi umum menghadapi dilema selama pandemi COVID-19 merajalela. Di satu sisi, digalakkan untuk mengurangi kemacetan dan menjaga langit tetap cerah, bersih, dan sehat, di sisi lain dicurigai sebagai penyebab munculnya klaster baru pasien positif.

Meski demikian, upaya pencegahan penularan agaknya harus tetap diutamakan untuk menghindari hal yang diinginkan, terutama di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengindikasikan kasus positif masih merebak.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Kementerian Perhubungan (BPTJ Kemenhub) Polana B. Pramesti mengharapkan selama masa pandemi COVID-19, masyarakat tetap menjalankan aktivitas di dalam rumah.

"Kalaupun terpaksa harus ke luar rumah dan menggunakan transportasi publik, maka prinsip-prinsip protokol kesehatan harus selalu diperhatikan dan dikedepankan,” ucap dia.

Dalam webinar bertajuk "Bijak Bertransportasi di Era Pandemi Covid-19", Selasa (15/9), yang menghadirkan narasumber Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih, Ketua Komunitas Bike to Work Poetoet Soedarjanto, dan Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus, Polana mengatakan untuk mengatur sektor transportasi di wilayah perkotaan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan dan surat edaran.

Peraturan tersebut adalah Permenhub Nomor 41 Tahun 2020 serta Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 11 Tahun 2020 untuk transportasi darat dan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2020 untuk transportasi perkeretaapian.

Surat edaran tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk membuat aturan di wilayah masing-masing.

“Keberhasilan penerapan protokol kesehatan pada transportasi publik, sangat butuh dukungan dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah, para pemangku kepentingan transportasi dan juga masyarakat,” tutur dia.

Jaga jarak

Ketua IDI Daeng M. Faqih menyarankan untuk menghindari penularan COVID-19 pada transportasi publik ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu menjaga perilaku pengguna transportasi publik dan menjaga lingkungan strategisnya.

Pengguna transportasi publik, kata dia, harus benar-benar fit dan sehat, istirahat yang cukup, tidak berkelompok selama berada di dalam transportasi publik, serta mematuhi aturan 3M, menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan.

Baca juga: dr Reisa: Perhatikan tujuh protokol kesehatan di angkutan umum

Sementara untuk operator penyelenggara transportasi, harus melakukan disinfektan terhadap sarana transportasi, mengatur keluar masuk penumpang sehingga tidak terjadi penumpukan, serta mematuhi aturan 3M.

“Pengguna transportasi publik maupun operator harus sama-sama berkomitmen untuk menjadikan transportasi publik sebagai sarana transportasi yang sehat,” ujar Daeng M. Faqih.

Dalam paparannya, Polana menjelaskan pandemi COVID-19 telah memunculkan tantangan pada sektor transportasi perkotaan (urban transport), yaitu penyelenggaraan transportasi perkotaan seminimal mungkin menghindarkan risiko penularan virus corona jenis baru.

Bagi masyarakat urban, transportasi perkotaan merupakan kebutuhan penting yang mendukung mobilitas dan aktivitas sehari-hari, termasuk aktivitas bekerja dan mencari nafkah.

Oleh karena itu, meskipun aktivitas masyarakat dibatasi karena PSBB ataupun saat adaptasi kebiasaan baru, angkutan umum massal perkotaan masih menjadi kebutuhan penting bagi sebagian masyarakat yang masih tetap harus beraktivitas.

NMT sebagai alternatif

Di sisi lain, pandemi COVID-19 ternyata juga memunculkan peluang bagi penataan transportasi Jabodetabek. Salah satunya, mendorong lebih banyak penggunaan non-motorized transportation (NMT) seperti berjalan kaki maupun bersepeda di kalangan masyarakat dengan tetap mengedepankan implementasi protokol kesehatan.

NMT setidaknya dapat dilakukan untuk transportasi dengan jarak yang masih terjangkau dengan berjalan kaki atau bersepeda serta transportasi "first mile" dan "last mile" tetap menggunakan angkutan umum massal.

"Dalam pengembangan sistem transportasi perkotaan di manapun di dunia, non-motorized transportation sebagai bagian transportasi ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan alternatif transportasi yang lazim dikembangkan," ujar Polana.

Pemanfaatan NMT akan mendatangkan benefit kesehatan, baik untuk kepentingan publik secara keseluruhan seperti mengurangi polusi ataupun benefit kesehatan secara personal, yaitu meningkatkan gerak tubuh untuk kesehatan.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan rata-rata orang Indonesia masih rendah dalam berjalan kaki, yaitu hanya 3.000 langkah per hari. Seharusnya, minimal 6.000 langkah dan ideal 10.000 langkah per hari agar memberikan dampak pada kesehatan.

Baca juga: Dokter: Lakukan protokol saat naik kereta cegah terpapar COVID-19

Ketua Komunitas Bike to Work Poetoet Soedarjanto mendukung langkah BPTJ yang terus mendorong penggunaan NMT.

Menurut dia, saat pandemi COVID-19 berlangsung, antusiasme masyarakat menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sangat tinggi.

Momentum tersebut, kata dia, harus dimanfaatkan oleh BPTJ untuk memfasilitasi mereka, misalnya dengan dengan mendorong pengelola angkutan massal perkotaan, seperti bus, guna menyediakan tempat atau bagasi untuk sepeda.

"Atau misalnya dengan menyediakan tempat parkir sepeda di terminal," ujar Poetoet.

Akses pejalan kaki

Harapan lain disampaikan Alfred Sitorus, Ketua Koalisi Pejalan Kaki yang meminta agar BPTJ mendorong pemerintah daerah menyediakan infrastruktur jalan aman dan nyaman bagi pejalan kaki.

Daeng juga mengapresiasi positif langkah BPTJ yang ingin mendorong penggunaan NMT.

Namun, dia mengingatkan bahwa penggunaan NMT, seperti sepeda, tetap harus memperhatikan protokol kesehatan.

Di saat pandemi ini, para pengguna sepeda sebaiknya jangan berkelompok dan tetap jaga jarak saat bersepeda.

"Selain itu, juga tetap menggunakan masker dan kostum yang dapat menghindari risiko penularan Covid-19," tutur dia.

Sejalan dengan upaya mendorong penggunaan NMT, BPTJ juga terus mengajak masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi menuju angkutan umum massal melalui kampanye #JalanHijau.

Dengan kampanye #JalanHijau diharapkan semakin banyak masyarakat yang "shifting" dari kendaraan pribadi ke angkutan umum massal dan berjalan kaki yang tentunya akan memberi dampak positif bagi lingkungan yang identik dengan warna hijau.

Dengan demikian dilema penggunaan transportasi umum terpecahkan sudah.

Tidak hanya tetap aman dari COVID-19 bagi penggunanya, tetapi ada bonus yang bisa diperoleh masyarakat umum, yakni udara bersih dan segar hasil perpaduan transportasi umum dan non-motorized transportation.

Baca juga: Dokter beri tips aman bersepeda agar aman dari virus corona
Baca juga: Pakar: Olahraga seperti bersepeda kerap abaikan protokol kesehatan
Baca juga: Pakar: Bersepeda baik asal patuhi protokol kesehatan

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020