Sebagai pengakuan atas status Best Seller, novel "Negeri Lima Menara" telah dibeli oleh PTS Litera, penerbit Malaysia, kata penulis "Negeri Lima Menara", Ahmad Fuadi yang dihubungi ANTARA dari Pariaman, Selasa.
Pihak Malaysia tersebut akan mencetak dan mengedarkan novel "Negeri Lima Menara" pada pertengah 2010 ini.
Di Indonesia, novel yang disingkat dengan nama N5M ini telah tercatat sebagai buku "National Best Seller" karena dalam enam bulan sejak diterbitkan, novel ini telah dicetak lima kali oleh GPU dengan total oplah mencapai 80.000 eksemplar.
Menurut data, sepanjang 36 tahun umur Penerbit Gramedia, N5M adalah buku lokal paling banyak dicetak setiap reprint dengan rata-rata 16.000. Dalam catatan penerbit besar ini, N5M menjadi buku pertama dalam 22 tahun ini yang mencapai oplah sebanyak ini.
Selain itu, berdasarkan data sekunder, untuk hitungan satu semester pertama sejak terbit, novel "Negeri Lima Menara" penjualannya lebih besar dibanding Novel populer Indonesia lainnya yakni Laskar Pelangi dan Ayat-Ayat Cinta.
Penulis novel N5M, Ahmad Fuadi adalah putra Minang kelahiran Bayur, sebuah kampung kecil di pinggir Danau Maninjau, Sumatra Barat pada tahun 1972.
Fuadi sempat mengikuti pendidikan Pondok Modern Pesantren Gontor, Jawa Timur dan lulusan jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran Bandung.
Sempat menjadi wartawan Tempo, pada 1998 Faudi mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University, Amerika Serikat.
Merantau ke Washington DC bersama istrinya Yayi, Fuadi sambil kuliah juga menjadi koresponden TEMPO dan wartawan VOA. Salah satu berita bersejarah yakni peristiwa teror terhadap menara WTC, 11 September 2001 di laporkan langsung oleh Fuadi dari Pentagon, White House dan Capitol Hill.
Tahun 2004, Fuadi mendapatkan beasiswa Chevening di Royal Holloway, University of London, Inggris untuk bidang film dokumenter dan saat ini Fuadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi, "The Nature Conservancy".
Novel "Negeri Lima Menara" yang ditulis Fuadi, terinspirasi dari kisah nyata kehidupan Fuadi, tentang petualangan anak Minang yang merantau jauh untuk mengejar mimpinya.
Tokoh utama novel ini, Alif, lahir di pinggir Danau Maninjau, Sumatra Barat dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecil Alif adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan mandi di air biru Danau Maninjau.
Dalam perjalan hidupnya, Alif tiba-tiba saja harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin Alif menjadi Buya Hamka walau dirinya ingin menjadi Habibie (mantan Presiden RI).
Dengan setengah hati, Alif mengikuti perintah ibunya dan belajar di pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur.
Dalam kehidupannya, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Mojokerto, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa.
Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu Maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing.
Novel ini juga menceritakan bagaimana Alif dan kawan-kawannya kasak-kusuk menjadi mata-mata misterius, tentang siapa "Princess of Madani" yang mereka kejar, tentang mereka harus botak berkilat-kilat.
Lalu bagaimana sampai Icuk Sugiarto, Arnold Schwarzenegger, Ibnu Rusyd, bahkan Maradona akhirnya ikut campur, demikian Ahmad Fuadi. (H014/K004)
Oleh kunto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010