"Perintah UU Intelijen 11/2011 sangat jelas bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai mata dan telinga negara mengandung implikasi bahwa Presiden Republik Indonesia adalah end user atau single user dari seluruh aktivitas intelijen," kata Boni Hargens di Jakarta, Minggu.
Boni menjelaskan pada bulan Maret 2020 lalu, ketika skala peningkatan korban COVID-19 makin meresahkan, Presiden Joko Widodo memerintahkan BIN untuk turut membantu pemerintah dan negara dalam menangani persoalan pandemi ini.
"Atas dasar perintah itu, BIN bekerja keras, termasuk melalui program tes usap yang dikenal dengan istilah polymerase chain reaction (PCR)," jelasnya.
Hal teknis seperti ini tentu tidak diatur di dalam UU manapun karena memang pandemi corona itu situasi spesifik dan darurat yang sulit diprediksi dari awal. Pihak manapun di dunia tidak ada yang berhasil memprediksi pandemi tersebut danmenjadi persoalan paling rumit dalam hampir setahun terakhir.
Ia bangga dan berterimakasih kepada BIN yang sudah memperlihatkan komitmennya membantu bangsa dan negara. Harusnya, menurut dia, seluruh komponen bangsa bersyukur karena BIN ikut berjibaku membantu menyelamatkan masyarakat.
Bahwa masih ada kritik terhadap program tes usap, itu hal yang manusiawi. Tidak ada satupun negara di dunia hari ini yang berhasil sempurna menangani masalah pandemi ini.
"BIN sudah bekerja maksimal, harusnya kita hargai. TNI dan POLRI juga ikut membantu dengan caranya masing-masing. Itu pun mesti kita apresiasi, bukannya malah menambah masalah dengan mengajukan kritik tanpa solusi," katanya.
Boni menegaskan saat ini, Indonesia memerlukan kerja nyata, bukan retorika kosong. Ia berharap, organisasi masyarakat, kelompok peneliti di kampus-kampus, dan pihak manapun ikut membantu seperti yang telah dilakukan BIN.
"Untuk bisa keluar dari kemelut ini, semua pihak harus bersikap bijaksana, menahan diri untuk tidak saling mencerca, sambil terus melakukan hal positif untuk kebaikan bersama," katanya.
Pewarta: Feru Lantara
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020