Dari penambahan itu, sebanyak 40 kasus terjadi dengan penularan lokal, sementara 10 kasus lainnya datang dari luar negeri, demikian keterangan Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan.
Gelombang kedua wabah COVID-19 terjadi mulai 11 Agustus dari klaster baru jemaat gereja di Seoul, yang kemudian menghadiri sebuah aksi unjuk rasa anti pemerintah di kota itu pada 15 Agustus.
Baca juga: Korsel tingkatkan stimulus saat pembatasan beri dampak ekonomi
Baca juga: Pembatasan akibat corona dapat hambat musim liburan utama di Korsel
Sejak itu, kasus harian di Korea Selatan meningkat hingga yang tertinggi di angka lebih dari 440 kasus di akhir bulan.
Wabah baru ini membuat pemerintah mengambil langkah pembatasan sosial yang sebelumnya tidak diterapkan di negara itu, termasuk pelarangan makan malam di restoran.
Sejumlah peraturan telah dilonggarkan dalam beberapa pekan terakhir setelah angka kasus harian terlihat mengalami penurunan, namun otoritas masih mewaspadai kemungkinan penularan lebih banyak selama masa liburan Chuseok pekan ini.
Pada liburan Chuseok, biasanya masyarakat Korea Selatan bepergian di dalam negeri dan berkumpul bersama keluarga.
Pemerintah menyebut bahwa aturan pembatasan sosial akan tetap berlaku selama liburan, dan meminta masyarakat untuk menahan diri dari melakukan perjalanan dan perkumpulan, serta melarang protes yang direncanakan oleh beberapa kelompok sipil.
Sumber: Reuters
Baca juga: Gereja Korsel diminta bayar ganti rugi Rp58 M terkait klaster COVID-19
Baca juga: Korsel laporkan peningkatan kasus COVID-19 klaster agama dan olahraga
Pewarta: Suwanti
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020