Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu hal yang memengaruhi bonus demografi dan tidak serta merta dapat dengan mudah ditransformasikan menjadi bonus kesejahteraan.Untuk "stunting" (kekerdilan anak) saat ini masih berada pada angka 27,6 persen. Kemudian ditargetkan dapat menjadi 14 persen pada 2024 sehingga hal itu menjadi sebuah pekerjaan besar bagi semua pihak dalam rangka meningkatkan kualitas SDM
"Dalam hal ini, 'stunting' menjadi proporsi paling besar dalam memengaruhi kualitas SDM tersebut," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat diskusi virtual yang dipantau di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan untuk "stunting" (kekerdilan anak) saat ini masih berada pada angka 27,6 persen. Kemudian ditargetkan dapat menjadi 14 persen pada 2024 sehingga hal itu menjadi sebuah pekerjaan besar bagi semua pihak dalam rangka meningkatkan kualitas SDM.
Selain stunting, katanya, masih ada beberapa hal yang juga memberi pengaruh terhadap permasalahan kualitas SDM di Tanah Air di antaranya autisme, berkebutuhan khusus (difabel) dan "mental emostional disorder".
Lebih rinci, ia mengatakan saat ini angka autisme dan difabel mencapai 4,3 persen atau lebih tepatnya satu persen autisme dan 3,3 persen difabel.
Kemudian untuk "mental emotional disorder" sekarang tercatat 9,8 persen atau mengalami peningkatan dari 6,1 persen pada 2013.
"Ini suatu keprihatinan karena saat kita menekan angka stunting, tapi perilaku penduduk yang tidak stunting malah ada yang mengalami gangguan mental," ujarnya.
Sehingga, kata dia, secara total sudah ada sekitar 41 persen yang memengaruhi kualitas SDM di Indonesia. Padahal, 24,3 persen dari penduduk merupakan generasi muda yang menjadi kunci penentu Indonesia emas 2045.
Ia mengatakan jika dalam struktur penduduk muda yang terkait dengan pekerjaan, pendidikan, keluarga serta jaminan sosial tidak bisa baik, maka penduduk dengan rasio ketergantungan yang telah bagus hanya akan tetap mencapai dalam bentuk profil bonus demografi secara kuantitas penduduk. Namun secara kualitas dan kesejahteraan bisa saja terlewatkan.
Menurut dia sama halnya dengan masih banyaknya nikah muda, putus sekolah, hamil berulang kali. tingginya angka kematian ibu serta jaminan hari tua yang masih tidak jelas.
"Jadi ini penting kita jadikan perhatian bersama dan oleh karena itulah pemerintah memerhatikan hingga faktor-faktor sensitif dan spesifik," kata dia.
Termasuk pula terkait faktor-faktor yang memengaruhi kejadian stunting di antaranya secara langsung yang meliputi nutrisi, ASI dan penyakit. Kemudian secara intermediate yakni jarak anak, jumlah anak dan umur ibu serta secara tidak langsung yakni sanitasi, pendidikan, sosial ekonomi dan kemiskinan, demikian Hasto Wardoyo.
Baca juga: COVID-19 dikhawatirkan BKKBN berdampak lahirkan SDM kurang berkualitas
Baca juga: Indonesia miliki peluang maju saat pandemi dengan bonus demografi
Baca juga: Kepala BKKBN tekankan ubah bonus demografi jadi bonus kesejahteraan
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020