"Sejak awal tahun 2010, sejumlah sekolah yang ada di Kudus dari tingkat SD hingga SMA mendatangi galeri kami untuk mengikuti pelatihan membatik sekaligus mengenal sejumlah bahan dan peralatan yang digunakan," kata Yuli Astuti.
Bahkan, katanya, sejumlah taman kanak-kanak (TK) di Kudus juga memperkenalkan cara membatik kepada muridnya.
Menurut dia, upaya memperkenalkan batik tulis khas Kudus harus dimulai dari para pelajar, agar proses regenerasi pembatik di Kudus berjalan dengan baik. "Pasalnya, generasi pembatik di Kudus hampir punah, sehingga mulai sekarang harus ada pihak-pihak yang memulai memperkenalkan batik tulis ini kepada generasi penerus, khususnya pelajar," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya mencoba menjalin kerja sama dengan sejumlah sekolah dari tingkat TK hingga SMA di Kudus untuk mengadakan pelatihan membatik. "Minimal, para pelajar tersebut bisa mengenal canting, salah satu alat utama untuk membatik," ujarnya.
Sedangkan untuk meningkatkan keahlian membatik, kata dia, dapat diberikan oleh pihak sekolah masing-masing dengan memasukannya pada kegiatan ekstra atau dimasukkan ke dalam muatan lokal (mulok).
"Sebelumnya, ada salah satu sekolah yang berencana memasukkan cara membatik ke dalam kurikulum sekolah," ujarnya.
Pelatihan membatik yang diajarkan kepada para pelajar, kata dia, tidak hanya bertujuan untuk memperkenalkan teknik dan sejumlah peralatan membatik saja, tetapi juga untuk menumbuhkan kecintaan terhadap kerajinan batik sejak usia dini.
Alat dan bahan untuk membatik, yakni canting, malam, kompor mini, dan peralatan pendukung lainnya.
"Selama ini, batik hanya digunakan oleh kalangan tertentu pada waktu tertentu. Tetapi, mulai sekarang harus dicoba mengenalkan pakaian batik tulis ini untuk berbagai kepentingan, termasuk bagi pelajar," ujarnya.
Apalagi, kata dia, batik merupakan milik Indonesia, bukan milik bangsa lain. "Ingatan seperti ini juga penting ditanamkan kepada anak-anak," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang siswa kelas V SD Muhammadiyah 1 Kudus, Maya Analqia Izzah Sabila di sela-sela mengikuti pelatihan membatik di Galeri Muria Batik di Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, mengaku, baru pertama kali mengenal batik tulis.
"Saya juga baru pertama memegang canting, sekaligus cara membatiknya juga baru saya pelajari di sini," ujarnya menunjuk Galeri Muria Batik.
Setelah menyelesaikan motif batik bunga di atas kain berukuran 25x25 centimeter, Maya mengaku, senang dan ingin menekuni batik tulis hingga mahir. "Jika di sekolah ada pelajaran membatik, tentu saya siap mengikutinya," ujarnya.
Batik yang dihasilkan anak kelas V SD tersebut juga diakui pemilik galeri sebagai anak yang memiliki bakat membatik.
Selain hasil batik tulisnya cukup bagus, teknik memegang canting dan cara menuangkan malam ke kain juga mendapat acungan jempol.
Bahkan, selama menyelesaikan satu motif batik di atas kain berukuran 25x25 centimeter tersebut, jarang sekali menumpahkan malam ke atas kain untuk membatik.
Berbeda dengan temannya, Fafa Rahim mengaku, masih kesulitan memegang canting dengan benar. "Saya memang terbiasa menggambar, tetapi tekniknya berbeda dengan membatik. Mungkin belum terbiasa," akunya.
Namun, dia mengaku, senang dan ingin mendapat pelatihan membatik di sekolah. "Setidaknya, siswa juga mahir membatik," ujarnya.
Sumito, guru kelas V SD Muhammadiyah 1 Kudus yang berada di tempat pelatihan membatik mengatakan, kedatangannya ke pengrajin batik merupakan program sekolah yang diselenggarakan setiap tahun sekali, khususnya bagi siswa kelas V.
"Jika pelatihan membatik bisa digelar di sekolah, tentu kami menyambutnya dengan senang hati, sehingga siswa yang lain juga bisa belajar membatik," ujarnya
(U.PK-AN/Z002/P003)
Pewarta: priya
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010