Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi persidangan-persidangan di tingkat peninjauan kembali (PK) atas makin maraknya vonis koruptor yang dikorting akhir-akhir ini.Sejak awal ICW meragukan keberpihakan MA dalam pemberantasan korupsi.
"KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK pada masa mendatang," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta. Kamis.
Selain itu, ICW juga meminta Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.
Baca juga: MA korting vonis Anas Urbaningrum jadi 8 tahun penjara
Selanjutnya, Komisi Yudisial (KY) juga diminta untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi.
Untuk diketahui, total terdapat 23 terpidana korupsi yang mendapatkan pengurangan hukuman setelah mengajukan PK, yang terakhir adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi," ucap Kurnia.
Sejak awal, lanjut dia, ICW memang sudah meragukan keberpihakan MA dalam pemberantasan korupsi.
"Kesimpulan itu bukan tanpa dasar, tren vonis ICW pada tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?" katanya.
Baca juga: Nawawi: Biar masyarakat yang nilai vonis Anas Urbaningrum dikorting
Menurut dia, setidaknya ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut.
"Pertama, pemberian efek jera akan makin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum dalam hal ini KPK akan menjadi sia-sia saja," kata Kurnia.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020