"Kami sampaikan sesuai mekanisme, selanjutnya apakah akan dibawa ke Rapat Paripurna terdekat, tergantung keputusan Bamus (Badan Musyawarah)," kata Baidowi dalam pernyataan di Jakarta, Senin.
Baidowi mengatakan Baleg juga sudah melaporkan hasil pembahasan Omnibus Law yang telah disetujui untuk menjadi UU dalam rapat pengambilan keputusan tingkat II kepada pimpinan DPR.
Terkait adanya dua fraksi yang masih menolak RUU tersebut yaitu Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera, Baidowi menegaskan hal itu merupakan bentuk keberagaman politik.
Namun, ia memastikan keduanya ikut terlibat dalam pembahasan RUU sejak rapat panitia kerja (panja) dan sempat ikut menyetujui draf regulasi tersebut.
"Terkait sikap dua fraksi, itu biasa saja dan hak masing-masing fraksi untuk menyampaikan sikap politiknya yang tidak bisa dicampuri pihak lain. Jika mereka menolak, itu hak politik yang kami hargai," katanya.
Untuk itu, Baidowi menyerahkan penilaian terkait penolakan dua fraksi tersebut kepada publik, apalagi rapat kerja untuk pengambilan keputusan tingkat I juga terbuka untuk umum.
"Hal itu bisa dilihat publik, karena disiarkan secara langsung dan rapatnya terbuka. Dan dalam pembahasan tidak ada voting," katanya.
Sebelumnya, Rapat kerja Baleg DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna pada Sabtu (3/10).
RUU Cipta Kerja yang juga sering disebut Omnibus Law diajukan pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan investasi yang selama ini masih menghambat kinerja perekonomian nasional.
Regulasi ini pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Ketua DPR-RI melalui Surat Presiden Nomor: R-06/Pres/02/2020 tanggal 7 Februari 2020.
Dalam surat tersebut, Presiden menugaskan 10 menteri terkait untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU ini bersama dengan DPR, pengusaha maupun serikat pekerja.
Rapat pembahasan juga tercatat meliputi 63 rapat pembahasan yang mencakup 56 kali Rapat Panja, 6 kali Rapat Tim Perumus/Tim Sinkronisasi dan 1 kali Rapat Kerja.
Meski demikian, RUU ini sempat mendapatkan pertentangan dari masyarakat maupun buruh, karena dianggap hanya menguntungkan para pengusaha, dapat menggusur masyarakat adat dan berpotensi mengganggu lingkungan dan kelestarian alam.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020