• Beranda
  • Berita
  • Ribuan orang di 60 negara dibelenggu karena masalah kesehatan mental

Ribuan orang di 60 negara dibelenggu karena masalah kesehatan mental

6 Oktober 2020 12:48 WIB
Ribuan orang di 60 negara dibelenggu karena masalah kesehatan mental
Dokumentasi - Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berinisial SY berada dalam pasungan beton selama empat tahun sebelum di evakuasi di Dampit, Malang, Jawa Timur, Selasa (3/3/2020). Evakuasi tersebut dilakukan sebagai upaya mewujudkan program Bebas Pasung 2020 dengan mengurangi angka pasien pasung di Jawa Timur yang menurut catatan Dinas Sosial sudah mencapai 334 orang. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/wsj/aa.

Kami telah menemukan praktik belenggu lintas agama, strata sosial, kelas ekonomi, budaya dan kelompok etnis. Ini adalah praktik yang ditemukan di seluruh dunia,

Ratusan ribu laki-laki, perempuan, dan anak-anak di sekitar 60 negara terbelenggu masalah kesehatan mental, kata Human Rights Watch, Selasa.

Tanpa dukungan atau kesadaran kesehatan mental, keluarga atau institusi sering membelenggu orang yang bertentangan dengan keinginan mereka, meninggalkan mereka makan, tidur, buang air kecil dan buang air besar di satu tempat kecil, kata pengawas hak asasi manusia itu dalam sebuah laporan.

Menjelang Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober, laporan Human Rights Watch mendokumentasikan melalui hampir 800 wawancara tentang bagaimana penyandang disabilitas psikososial di negara-negara seperti China, Nigeria, dan Meksiko dapat hidup dalam belenggu selama bertahun-tahun---dirantai ke pohon, dikunci atau dipenjara di kandang hewan.

Baca juga: Pasien rumah sakit jiwa membludak
Baca juga: Masih soal gangguan jiwa Donald Trump, pengarang buku dihujat


"Kami telah menemukan praktik belenggu lintas agama, strata sosial, kelas ekonomi, budaya dan kelompok etnis. Ini adalah praktik yang ditemukan di seluruh dunia," kata peneliti senior hak disabilitas di Human Rights Watch Kriti Sharma dalam sebuah wawancara.

Keyakinan di banyak negara "adalah bahwa orang dengan kondisi kesehatan mental telah diguna guna, atau dirasuki setan  atau telah berdosa, dan akibatnya, mereka memiliki kondisi tersebut," katanya.

Kementerian Luar Negeri China dan Kementerian Kesehatan Meksiko tidak segera menanggapi surel permintaan komentar dari Reuters. Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan Nigeria mengatakan kementerian belum melihat laporan itu dan menolak berkomentar.

Tahun lalu, penggerebekan pihak berwenang Nigeria di pusat rehabilitasi Islam untuk obat-obatan dan masalah perilaku menjadi berita utama global setelah anak laki-laki dan laki-laki dewasa mengatakan mereka dibelenggu, dibiarkan telanjang, dipukuli, dan dilecehkan secara seksual.

Namun di seluruh dunia, di pusat-pusat yang dikelola negara dan swasta serta lembaga pengobatan tradisional dan keagamaan, para petugas yang menangani menolak makanan orang, memaksakan obat-obatan dan pengobatan herbal pada mereka, dan melakukan kekerasan fisik dan seksual, kata Human Rights Watch.

Di banyak negara, layanan ini adalah "bisnis yang sangat menguntungkan," kata Sharma.

Lembaga pengawas itu mengatakan keluarga sering membelenggu orang yang mereka cintai karena takut mereka akan melarikan diri dan menyakiti diri sendiri atau orang lain.

"Saya telah dirantai selama lima tahun," kata seorang pria Kenya bernama Paul kepada Human Rights Watch, yang rantainya sangat berat sehingga dia hampir tidak bisa bergerak, menurut kelompok itu.

"Saya tinggal di sebuah kamar kecil dengan tujuh pria," kata dia.

"Saya tidak diperbolehkan memakai pakaian, hanya pakaian dalam. Saya makan bubur di pagi hari dan jika beruntung, saya menemukan roti di malam hari."

Sumber: Reuters

Baca juga: Pengacara: Tersangka penikam di Sydney alami sakit jiwa
Baca juga: Ahli: 15 juta orang derita sakit mental di Pakistan

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020