Dua mahasiswa dari Dapartemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor atau IPB University menggagas konsep "sustainable niche tourism" atau wisata berkelanjutan Candi Borobudur selama masa pandemi COVID-19.skema yang ditawarkan pembatasan kuota dan perubahan harga tiket masuk, pengembangan zona wisata, pengembangan wisata virtual, kebijakan Tourism Pledge, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah melalui daring market serta pengembangan objek wisat
"Sustainable niche tourism merupakan konsep yang diharapkan menjadi solusi dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan di Candi Borobudur selama masa pandemi COVID-19," kata Faisal Ilham Kurniawan satu dari mahasiswa itu melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Melalui gagasan yang diusungnya bersama mahasiswa IPB University lainnya Muhammad Saddam Isra berusaha memberikan skema dan paradigma baru dalam mengelola sektor wisata Candi Borobudur di tengah pandemi COVID-19.
Beberapa skema yang ditawarkan adalah penerapan kebijakan pembatasan kuota dan perubahan harga tiket masuk, pengembangan zona wisata, pengembangan wisata virtual (Borobudur Virtual Tourism), kebijakan Tourism Pledge, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) melalui daring market serta pengembangan objek wisata penyangga.
Candi Borobudur, ujar dia, salah satu tempat wisata yang terdampak akibat pandemi COVID-19 dan ditutup sejak pertengahan Maret 2020. Padahal, tempat wisata tersebut setiap tahunnya diperkirakan dikunjungi sekitar 4,6 juta wisatawan.
Baca juga: UMKM mitra binaan PT TWC produksi masker rempah di masa pandemi
"Penerapan kebijakan kuota akan menurunkan jumlah kunjungan, sehingga memerlukan kebijakan harga untuk mempertahankan penerimaan wisata," katanya.
Kebijakan harga dapat mengacu pada integrated tourism master plan Borobudur-Yogyakarta-Prambanan (ITMP-BYP), katanya.
Untuk menjaga minat konsumen, kenaikan harga tiket wisatawan domestik harus diselaraskan dengan pengembangan pariwisata Candi Borobudur. Pengembangan yang dapat diterapkan yaitu terkait sarana dan prasarana kesenian, pusat dan studi informasi, program Cleanliness, Health, and Safety (CHS) dan program penghijauan.
Sementara pengembangan Borobudur Virtual Tourism adalah penambahan beberapa fitur pada website borobudurvirtual.id seperti sistem pemesanan tiket melalui website, informasi kuota pengunjung, pertunjukan seni, percakapan langsung dengan masyarakat lokal, video drivetour dan kontes kreatif untuk umum.
"Pengembangan tersebut diharapkan selaras dengan konsep restrukturisasi ekonomi wisata pada Candi Borobudur," ujarnya.
Baca juga: Yogyakarta bersiap menuju wisata berbasis kualitas pada masa pandemi
Adapun upaya pengembangan UMKM borobudur online market berupa layanan daring yang terdiri dari pendataan kredit usaha rakyat (KUR) secara daring dan pelatihan pemasaran produk secara daring melalui Borobudur Store.
"Objek wisata penyangga juga perlu dikembangkan dalam menyukseskan skema pembatasan kuota pengunjung di Candi Borobudur," ujar dia.
Pengembangan objek wisata penyangga juga dapat dilakukan dengan desa wisata, objek wisata penyangga dan penyebaran pengunjung. Selain itu, pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam mengelola desa wisata juga merupakan aspek yang perlu dikembangkan.
Sebagai tambahan informasi, berdasarkan data yang dirilis United Nation World Tourism Organization (UNWTO), jumlah penerimaan Indonesia dari sektor pariwisata yang berasal dari pengeluaran para wisatawan mancanegara mencapai 12,5 miliar US dolar pada 2017.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2018 terdapat 15,81 juta wisatawan yang berkunjung ke Indonesia dan meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 14,04 juta wisatawan.
Baca juga: Desa Wisata Grogol siap bangkit pulihkan kunjungan di masa pandemi
Baca juga: Menilik sejarah Gedung Sate yang menjadi destinasi wisata favorit
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020