"Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU dapat melakukan judicial review," kata Mu'ti kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Aksi penolakan Omnibus Law di Jaktim meluas
Baca juga: MPR minta pemerintah evaluasi RUU Ciptaker terkait meluasnya penolakan
Menurut dia, demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru.
Ia mengatakan sejak awal Muhammadiyah meminta DPR menunda, bahkan membatalkan pembahasan RUU Omnibus law. "Selain karena masih dalam pandemi COVID-19, di dalam RUU juga banyak pasal yang kontroversial," kata dia.
RUU Cipta Kerja, kata dia, tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat. Padahal, seharusnya sesuai regulasi setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat. Tetapi, pembahasan RUU itu jalan terus sampai UU Omnibus Law tetap disahkan.
"Memang usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodasi oleh DPR. Lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Cipta Kerja," tuturnya.
Baca juga: DPR bantah kabar hoaks terkait hak buruh di RUU Ciptaker
Akan tetapi, kata Mu'ti, masih ada pasal terkait dengan perizinan yang masuk dalam Omnibus Cipta Kerja. Memang soal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
"Karena itu, Muhammadiyah akan 'wait and see' bagaimana isi Peraturan Pemerintah," katanya.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020