Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan strategi mitigasi dalam hal menjaga dampak dari pembangunan infrastruktur skala besar guna menjaga keberlanjutan komoditas perikanan termasuk di bidang perikanan darat.Strategi mitigasi diperlukan untuk menjaga keberlanjutan perikanan darat
"Strategi mitigasi diperlukan untuk menjaga keberlanjutan perikanan darat," kata Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.
Menurut Sjarief Widjaja, diperkirakan bakal terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pembangunan bendungan ataupun bendung, termasuk tertutupnya konektivitas ikan serta sedimentasi di air.
Selain itu, ujar dia, permasalahan lainnya adalah penurunan kualitas air dan unsur hara, perubahan habitat, serta pengalihan sistem irigasi
Ia mengemukakan bahwa pembangunan infrastruktur skala besar menjadi fokus utama pemerintah saat ini. Tidak hanya memperluas konektivitas daratan melalui pembangunan jalan raya di Jawa dan Sumatera, pembangunan infrastruktur air yang intensif juga menjadi prioritas utama pemerintah.
Diketahui terdapat 65 bendungan besar yang dibangun pada rentang waktu 2019-2024.
"Perkembangan ini telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, produktivitas tanaman, ketersediaan air, dan listrik. Namun demikian, infrastruktur air ini dapat mengganggu keberlanjutan kehidupan ekosistem ikan di perairan darat terutama di sungai Indonesia karena jalur migrasi ikan terganggu oleh pembatas," ucapnya.
Kepala BRSDM KKP mengingatkan bahwa perikanan darat memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat pedesaan, terutama kontribusinya dalam hal pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan dan kesejahteraan gizi sangat nyata baik secara ekonomi dan budaya.
Pada dasarnya, masih menurut dia, keberlanjutan perikanan tangkap darat sangat tergantung pada kualitas habitat dan ekosistem perairan.
"Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya teknologi dan kebijakan yang didesain berdasarkan pada perilaku migrasi ikan dan kemampuan berenang spesies asli dan ramah biodiversitas," paparnya.
Sjarief menyarankan bahwa untuk menghindari dan mengurangi dampak negatif pada skema irigasi baru atau yang direhabilitasi, perlu adanya fish way (jalur ikan) atau fish ladder (tangga ikan) yang dapat digunakan untuk menyambung kembali hulu dan hilir sungai.
Ia menuturkan, tangga ikan memudahkan ikan untuk bermigrasi dari hilir ke hulu atau sebaliknya, sehingga penting untuk konektivitas sungai.
Namun, lanjutnya, desain jalur ikan harus didasarkan pada karakteristik setempat. Oleh karena itu penting untuk dilakukan pemahaman mengenai perilaku migrasi ikan dan kemampuan berenang spesies asli.
Baca juga: Menteri KKP sebut UU Cipta Kerja untungkan nelayan
Baca juga: Usaha perikanan di Kepri terpukul akibat pandemi, harga ikan anjlok
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020