Untuk memperoleh saran dan masukan yang membangun terkait kebutuhan itu, TNI AL menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Neptunus, Markas Besar Angkatan Laut, Cilangkap, Jakarta, Kamis.
“Saya berharap agar dalam kegiatan FGD ini diperoleh saran dan masukan yang membangun terkait jenis pesawat udara Multirole MPA yang sesuai untuk TNI AL dihadapkan dengan tugas pokok TNI dan TNI AL dalam rangka menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia," ujar Didik.
Baca juga: KN Pulau Nipah-321 bayangi kapal Penjaga Pantai China keluar ZEEI
Ia mengatakan bahwa kebutuhan pesawat patroli maritim canggih itu muncul mengingat tuntutan pengamanan dan kedaulatan nasional kawasan perairan Indonesia saat ini semakin berat, juga mengingat adanya keterbatasan kemampuan armada patroli yang dimiliki TNI AL.
"Perkembangan lingkungan strategis di kawasan saat ini menuntut adanya kemampuan pengamanan di wilayah perairan Indonesia, baik dalam segi penegakan hukum maupun kemampuan menghadapi ancaman yang berdimensi militer," kata Didik.
Misalnya, lanjut Didik, patroli kawasan di Laut Cina Selatan (LCS). Ia menilai ada kerawanan tinggi berdimensi militer yang dapat muncul di sana, mengingat adanya tumpang tindih klaim antara negara-negara yang bersengketa.
"Hal itu menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan yang memiliki tingkat kerawanan tinggi, baik kerawanan terhadap pelanggaran hukum maupun kerawanan terjadinya konflik terbuka antara negara yang bersengketa," ujar Didik.
Baca juga: TNI AL luncurkan Kapal PC 40 M produksi dalam negeri
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan adanya kemampuan menggelar operasi yang lebih efektif dan efisien berupa penguatan pesawat MPA berkemampuan anti-kapal selam dan anti-kapal permukaan yang berfungsi sebagai perpanjangan mata dan perpanjangan tangan unsur-unsur TNI AL dalam mendukung tugas pokok TNI.
Sebab, apabila Indonesia tidak mampu mengamankan kepentingan nasionalnya, maka akan menimbulkan ancaman terhadap sumber daya yang dimiliki Indonesia dan juga akan mengundang pihak-pihak lain yang bersengketa untuk mengintervensi kebijakan pertahanan Indonesia untuk kepentingannya masing-masing.
Didik menilai intervensi itu dapat merugikan posisi Indonesia sebagai negara Non-Blok.
“Dengan eskalasi tingkat kerawanan tersebut, Indonesia harus siap dan mampu melindungi kepentingannya di Laut Natuna Utara dengan mengandalkan kekuatannya sendiri," ujar Asops Kasal.
Baca juga: TNI AL evaluasi menyeluruh kondisi kapal perang sudah "berumur"
FGD tersebut diikuti secara fisik oleh peserta dari Satuan Kerja Mabesal dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Waasrena Kasal Laksma TNI Erwin S. Aldedharma dan Waasops Kasal Laksma TNI Irvansyah turut hadir menyaksikan kegiatan tersebut.
Selain itu, acara juga dilaksanakan secara virtual bersama Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 1,2, dan 3; Komando Armada 1,2, dan 3; Seskoal, Puspenerbal, dan Dislitbangal.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020