Andi menjelaskan bahwa Kementerian Sosial menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai dasar pemerintah menentukan layak atau tidaknya seorang warga mendapatkan bantuan.
"Pasti pertanyaannya, kenapa ada orang yang sebetulnya kelihatan makmur tapi dapat bantuan, kenapa orang miskin tidak dapat bantuan. Ini lah yang kita sebut dengan inclusive exclusive error dan ini yang terus kita perbaiki," kata Andi dalam webinar yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis.
Andi mengatakan bahwa terdapat prosedur untuk memperbaiki data tersebut, meskipun harus dimulai dari RT, RW, lurah, hingga walikota atau bupati/gubernur.
Baca juga: Program Kemensos Hadir berlanjut hingga Desember 2020
Baca juga: Kemensos libatkan komunitas adat dalam penyaluran bansos
Bupati/gubernur dapat mengusulkan kepada Kementerian Sosial untuk perubahan data seorang warga yang dinilai layak atau tidak mendapatkan bantuan sosial. Namun demikian, Andi meyakini bahwa tingkat kesalahan DTKS tidak terlalu tinggi.
"Terlepas dari error tadi, kami yakin (kesalahan) itu tidak besar. Memang prosedurnya harus begitu, kalau tidak bisa kacau, karena semua orang bisa memasukkan (nama) dan ada kepentingan berbeda," kata dia.
Berdasarkan data DTKS yang dikembangkan Kemensos sejak 2011, terdapat 92,3 juta orang atau 29 juta keluarga yang terdaftar dalam penerima bantuan sosial.
Bantuan sosial khusus dampak COVID-19 yang disalurkan oleh Kemensos mencakup Program Sembako Jabodetabek untuk 19 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) serta Bansos Tunai KPM non Jabodetabek untuk 9 juta KPM.
Sementara itu, program bantuan sosial yang memang sudah berjalan sebelum adanya pandemi, yakni Program PKH penyaluran bansos untuk 10 juta KPM dan Program Sembako untuk 20 juta KPM.*
Baca juga: Warga Lebak merasa senang terima bahan pokok dari Kemensos
Baca juga: Bekasi mulai distribusikan bansos pangan untuk 42.192 keluarga
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020