Ketua Satgas Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan sosialisasi disiplin protokol kesehatan merupakan hal mendesak yang harus jadi prioritas setiap kepala daerah, melalui media massa ataupun media sosial.17 persen masyarakat menganggap dirinya tidak mungkin terpapar COVID-19
"Satgas sendiri telah bekerja sama dengan Dewan Pers dan sejumlah media untuk mendukung dan mengisi program yang dalam hal ini berhubungan dengan perubahan perilaku masyarakat," katanya saat memberikan pengarahan kepada Satgas Penanganan COVID-19 se-Bali dari Kediaman Gubernur Bali Jayasabha, Denpasar, Jumat.
Dia menambahkan, penyampaian informasi dengan kearifan lokal, dengan bahasa-bahasa setempat juga tak kalah penting. "Sekali lagi pemahaman yang kurang akan berbahaya, tentang apa itu 'new normal', apa itu 'social distancing', dan lainnya," ucapnya.
"Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik, saat ini masih ada 17 persen masyarakat Indonesia yang menganggap dirinya tidak mungkin terpapar COVID-19," katanya.
Jumlahnya 17 persen yang angka riilnya hampir 45 juta orang. Termasuk di Bali yang sekitar 20,78 persen masyarakatnya ada yang merasa tidak mungkin terpapar. Angka tersebut tentu sangat besar. Untuk itu, langkah dan upaya untuk memutus mata rantai ini harus ditingkatkan lagi, ucapnya.
Doni mengatakan, pemerintah pusat melalui Satgas telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung penuh sejumlah provinsi yang dianggap memiliki peningkatan kasus, termasuk Bali.
Baca juga: Satgas COVID-19 gencarkan kampanye perubahan perilaku
Baca juga: Doni ingatkan risiko pilkada jika tak patuhi protokol kesehatan
"COVID-19 ini sangat berbahaya karena bukan ditularkan oleh hewan, tetapi dari manusia ke manusia dan orang yang kemungkinan besar menularkan adalah orang terdekat, keluarga, kerabat, teman jadi harus dipahami betul masker, cuci tangan dan jaga jarak adalah prioritas untuk saat ini," ujarnya.
Diapun mengingatkan bahwa sampai saat ini vaksin untuk COVID-19 belum ada dan jika pun sudah ada, distribusinya tidak bisa serta merta untuk keseluruhan masyarakat namun perlu tahapan-tahapan lagi.
"Jadi untuk saat ini, vaksin terbaik adalah patuh dan disiplin (protokol kesehatan-red). Sudah lebih dari satu juta orang yang meninggal di seluruh dunia, sudah lebih dari 35 juta orang terpapar. Sudah sangat banyak tenaga kesehatan kita yang gugur menjalankan tugasnya sebagai pahlawan kemanusiaan dan kita tidak ingin ini terus terjadi, sungguh tidak sebanding dengan kesadaran kita untuk mematuhi prokes," katanya.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas perhatian khusus pemerintah pusat dalam penanganan COVID-19 di Bali.
"Bali dianggap bisa menjadi etalase dalam penanganan COVID-19 di Indonesia," ujar Wayan Koster.
Dengan perhatian itu, pihaknya akan berupaya penuh untuk terus menekan angka pertambahan positif COVID-19. Menurut dia, dalam beberapa hari terakhir, menunjukkan kemajuan yang cukup menggembirakan dengan angka kesembuhan yang meningkat tajam.
"Selain upaya-upaya teknis, kami juga terus melakukan upaya lain yang sesuai dengan kearifan lokal kami di Bali. Dan untuk itu, kami selalu meminta dukungan dari pemerintah ousat dan terutama dari Satgas Nasional. Semoga Bali bisa secepatnya terbebas dari pandemi ini," katanya pada acara yang juga dihadiri Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Kapolda Bali Kapolda Bali, Irjen (Pol) Petrus Reinhard Golose, Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kurnia Dewantara beserta jajaran terkait.
Aplikasi protokol kesehatan
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B Harmadi menambahkan, penerapan disiplin protokol 3M yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan merupakan pilihan paling mujarab untuk saat ini, terutama sebagai kewajiban dalam pencegahan.
"Tanpa 3M, risiko kita tertular ada di angka 95 persen. Jika diterapkan dengan benar maka angka risiko penularan jadi 15 persen. Bahkan dengan protokol kesehatan pun masih berisiko, namun tentu jauh lebih rendah risikonya," ujarnya.
Perubahan perilaku, menurut Sonny, menjadi senjata untuk melawan penularan COVID-19. "Masker saat ini jadi senjata utama. Saya ambil kasus di Alabama, AS. Setelah pemerintahnya mewajibkan memakai masker, kasus hariannya turun drastis sampai seperempatnya. Lalu contoh lain di Austria, ketika pemerintahnya melonggarkan pemakaian masker, maka kasus langsung melonjak," ucapnya.
Sedangkan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito menambahkan, kasus aktif di Bali yang berjumlah 1.179 orang terhitung rendah dengan dengan angka kesembuhan yang mencapai angka 85,2 persen.
"Namun tentu harus ditekan lagi angka positifnya dengan perilaku yang harus diubah, lebih patuh dan disiplin," katanya.
Untuk mendukung aksi di lapangan, Prof Wiku juga menyebut petugas satgas, TNI, Polri hingga Satpol PP akan dibekali dengan aplikasi pemantauan disiplin protokol kesehatan yang berguna untuk melihat kondisi riil di lapangan.
"Aplikasi ini bersifat 'real time'sehingga akan banyak laporan dan langsung bisa ditangani saat ini juga jika menunjukkan indikator yang berisiko seperti kerumunan dan orang-orang tanpa masker," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Satgas COVID-19 Nasional menyerahkan bantuan kepada Pemprov Bali yang diterima langsung Gubernur Koster berupa dua unit ventilator, 5.000 face shield, 15 ribu alat pelindung diri (APD), 30 ribu masker bedah, 10 ribu masker N-95 dan 500 ribu masker kain.
Baca juga: Satgas COVID-19 gandeng PWI perkuat sosialisasi protokol kesehatan
Baca juga: Doni Monardo minta masyarakat berperan jadi pahlawan kemanusiaan
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020