• Beranda
  • Berita
  • Mekanisasi pertanian dari "Food Estate" hingga kedaulatan pangan

Mekanisasi pertanian dari "Food Estate" hingga kedaulatan pangan

10 Oktober 2020 09:31 WIB
Mekanisasi pertanian dari "Food Estate" hingga kedaulatan pangan
Dokumentasi - Petugas mengoperasikan drone penebar benih padi dan mesin penanam padi kendali jarak jauh di Desa Jabon, Kediri, Jawa Timur. Kegiatan menampilkan sejumlah mesin pertanian modern oleh Kementerian Pertanian tersebut sebagai sarana sosialisasi penerapan teknologi pertanian 4.0 kepada petani guna meningkatkan produktivitas. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.

untuk mendukung terwujudnya swasembada sekaligus kedaulatan pangan, berbagai pelatihan untuk mendorong petani semakin modern terus dilakukan

Mekanisasi pertanian pernah mengantarkan Indonesia sebagai negeri yang berdaulat penuh atas pangan. Namun, seiring berjalannya waktu mekanisasi pertanian di Tanah Air berjalan lambat sementara teknologi seakan berlari sekencang angin.

Maka pertanian di Indonesia meski telah sebagian di antaranya diperkuat dengan mekanika bukan semata tangan para petani, banyak terjebak dalam stigma tradisional.

Padahal, ledakan penduduk yang semakin tinggi semakin berbahaya jika tak diiringi upaya menjadikan kebutuhan pangan dalam negeri lebih berdaulat.

Di sisi lain pengelolaan pangan yang baik akan menjadi kunci bagi setiap bangsa menghadapi ancaman krisis pangan, termasuk akibat pandemi COVID-19 sebagaimana prediksi FAO (2020) dan World Food Programme (2020).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam banyak kesempatan selalu mengingatkan prediksi FAO yang memperkirakan dampak pandemi virus corona dapat menyebabkan krisis pangan dunia. Karena itu, peringatan tersebut perlu direspon untuk memastikan ketersediaan pangan.

Indonesia, setidaknya telah mempersiapkan diri dengan pembangunan lumbung pangan atau “food estate” di dua tempat sebagai upaya mendorong terwujudnya kedaulatan pangan.

Presiden Joko Widodo mengapresiasi penggunaan drone untuk pemupukan di lokasi “food estate” sebagai bentuk penerapan mekanisasi pertanian di lahan seluas ribuan hektare.

Upaya untuk mendorong terwujudnya lumbung pangan dengan lebih efisien diantaranya dengan menerapkan mekanisasi pertanian sebagai pendukung.
 
Presiden Joko Widodo (kiri berdiri) meninjau lokasi pengembangan food estate atau lumbung pangan baru di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah pada Kamis, (8/10/2020) dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Lumbung pangan baru di Kabupaten Pulang Pisau, pada tahun 2020 ini, ditargetkan agar dapat dikembangkan seluas 10.000 hektare lahan. Pada saat peninjauan, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Habib Ismail Bin Yahya. ANTARA/HO-BPMI Setpres/Kris/pri/am.


Penggunaan drone

Presiden Joko Widodo mengapresiasi penerapan mekanisasi pertanian pada lokasi yang digunakan sebagai lumbung pangan.

“Seperti yang kita lihat di sini tadi misalnya untuk pemupukan kita pakai drone, membajak sawah kita memakai traktor apung,” kata Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja meninjau “Food Estate” Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, belum lama ini.

Ia bahkan mengapresiasi selain drone yakni traktor apung sebuah traktor khusus yang bisa digunakan untuk membajak lahan 2 hektare dalam sehari.

Presiden menanyakan langsung kepada operator traktor yang sehari-hari menggunakan alat mekanika pertanian itu.

“Ini traktor khusus dan dipakai, saya tanya tadi '1 hari bisa berapa hektare?' operator traktor bilang 2 hektare, ini adalah sebuah kecepatan karena yang akan kita kerjakan adalah sebuah hamparan yang sangat luas sehingga dibutuhkan mekanisasi alat-alat modern (penuh) kecepatan sehingga kecepatan itu betul-betul ada,” katanya.

Tercatat pada 2020, di Kabupaten Pulang Pisau, “food estate” yang dikembangkan seluas 10.000 hektare.

Sementara di Kabupaten Kapuas akan digarap seluas 20.000 hektare sehingga total lahan untuk “food estate” di Kalteng pada tahun ini mencapai 30.000 hektare.

Di sisi lain teknologi budidaya dalam bentuk tumpang sari pun diterapkan dengan mengkombinasikan padi dan jeruk, dilengkapi dengan bawang merah dan kelapa,


Petani modern

Sementara itu, untuk mendukung terwujudnya swasembada sekaligus kedaulatan pangan, berbagai pelatihan untuk mendorong petani semakin modern terus dilakukan.

Salah satunya di Purworejo, Jawa Tengah, sebagai salah satu lumbung pertanian di Indonesia digelar Pelatihan Training of Farmers (ToF) di BPP Kecamatan Gebang, Purworejo, yang mengajarkan petani untuk menerapkan teknologi pengairan AWD.

Teknologi ini merupakan bagian dari pertanian cerdas iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA) proyek SIMURP yang terus dilakukan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian.

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, ToF bertujuan meningkatkan kapasitas petani, kelompok tani dan P3A sebagai penerima manfaat Proyek SIMURP.

Diharapkan kegiatan ToF CSA SIMURP ini memberikan banyak manfaat bagi petani dan penyuluh.

Sementara Kepala BPPSDMP Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi, mengharapkan pelatihan ToF memberikan manfaat kepada petani khususnya dalam meningkatkan pengetahuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, caranya dengan cerdas memanfaatkan iklim.

Misalnya bagaimana pertanian hanya memerlukan air sedikit tetapi produktivitasnya tetap tinggi serta memanfaatkan alat mesin pertanian modern secara optimal.

Materi yang disampaikan diantaranya Pengolahan Tanah, Pemanfaatan KATAM, Teknologi Jajar Legowo, Pemanfaatan Pestisida Nabati, Pemupukan Organik, Pengukuran Gas Rumah Kaca (GRK).

Salah satu materi yang penting diajarkan pada para petani adalah bagaimana cara menggunakan air seefisien mungkin. Tapi, tidak menurunkan produksi. Sebab, padi bukan tanaman air tapi merupakan tanaman butuh air.

Sehingga, padi tidak perlu digenangi terus menerus. Tetapi, perlu diatur kapan tanaman tersebut perlu diairi dan kapan tidak perlu diairi. Sehingga, dapat menghemat air yang semakin langka di dapatkan di muka bumi ini.

Kelangkaan air tersebut selain karena disebabkan oleh perubahan iklim namun juga disebabkan ulah manusia yang boros dalam pengunaan air. Petani pun kerap kali mengairi sawah mereka dengan cara menggenangi lahan secara terus menerus.

Oleh karena itu, untuk meminimalisir terjadinya kelangkaan air para petani dibekali ilmu bagaimana dapat berhemat air dalam berusahatani di sawah yaitu dengan menggunakan teknologi pengairan AWD hasil temuan para ahli dan peneliti yang bertujuan untuk menghemat air dalam irigasi.

AWD (Alternate Wetting and Drying) adalah teknologi hemat air yang dapat diterapkan petani untuk mengurangi penggunaan air irigasi di lahan sawah.

Teknologi ini merupakan salah satu teknologi untuk menghemat penggunaan air tanpa mengurangi produktivitas tanaman. AWD sangat cocok untuk diterapkan pada tanaman padi.

Manfaat dari AWD selain untuk menghemat kebutuhan air sawah juga dapat digunakan untuk membantu mengurangi pertumbuhan gulma, mengurangi serangan organisme pengganggu tanaman seperti wereng dan keong sawah, serta menciptakan lingkungan yang kaya oksigen yang baik untuk pertumbuhan perakaran.

“Teknologi ini mampu menghemat penggunaan air irigasi sebesar 17-20 persen. Selain itu, teknologi ini juga dapat meningkatkan produksi hingga 1 ton/ha dibandingkan dengan pengairan terus menerus,” katanya.

Berbagai hal terkait mekanisasi pertanian menjadi itikad untuk mewujudkan pertanian Indonesia yang lebih modern dan maju dalam upaya mencapai kedaulatan pangan.
 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020