... aksi demo di berbagai daerah yang dilakukan berbagai elemen masyarakat, seperti buruh dan mahasiswa, menunjukkan adanya kebuntuan komunikasi...
Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid, menilai banyak persoalan kebangsaan yang belakangan ini muncul karena kebuntuan komunikasi dan tidak ada saluran sehingga harus ada lembaga yang menjadi tempat dialog berbagai elemen masyarakat untuk mengatasi kebuntuan itu.
Menurut dia, MPR terbuka sebagai tempat untuk saluran dialog berbagai elemen bangsa mencari solusi berbagai persoalan kebangsaan.
"Saya sebagai wakil ketua MPR bidang hubungan antarlembaga akan menyampaikan kepada pimpinan MPR untuk menginisiasi MPR sebagai fasilitator dialog berbagai elemen masyarakat untuk mencari solusi persoalan bangsa. Inilah makna MPR sebagai Rumah Kebangsaan," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu dia katakan di sela-sela ziarah ke makam Sultan Maulana Hasanuddin di Komplek Masjid Agung Banten, Serang, Jumat (9/10). Ziarah ke makam itu masih dalam rangkaian kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR di Pandeglang, Banten.
Baca juga: Polisi tahan ratusan perusuh saat aksi di Padang
Ia memberi contoh aksi-aksi demo menolak RUU Cipta Kerja yang menjurus aksi anarkis berupa perusakan fasilitas umum, halte, perkantoran, dan berujung bentrok dan rusuh pada Kamis (8/10/2020) merupakan bentuk kebuntuan itu.
"Aksi-aksi demo di berbagai daerah yang dilakukan berbagai elemen masyarakat, seperti buruh dan mahasiswa, menunjukkan adanya kebuntuan komunikasi," ujarnya.
Menurut dia, saat ini orang sedang marah karena RUU Cipta Kerja, karena itu jangan kemarahan dilawan dengan kemarahan pula sehingga perlu penyaluran melalui jalur dialog.
Ia menyebutkan MPR terbuka untuk menjadi tempat dialog berbagai elemen masyarakat untuk mencari solusi berbagai persoalan bangsa. "MPR sebagai Rumah Kebangsaan harus menjadi lembaga penengah untuk mengurai kebuntuan yang terjadi saat ini," katanya.
Baca juga: Kompolnas minta elemen masyarakat tahan diri soal demo UU Cipta Kerja
Menurut dia, semua elemen bangsa harus dilibatkan, mulai dari pihak Istana, pemerintah, DPR, TNI-Polri, partai politik, ormas keagamaan, perguruan tinggi, elemen buruh hingga mahasiswa. "Semua harus duduk bersama untuk mencari solusi dari berbagai persoalan bangsa. Salah satunya soal RUU Cipta Kerja ini," katanya.
Ia menilai saat ini belum ada lembaga yang mengajak berbagai elemen masyarakat itu untuk duduk bersama memecahkan persoalan bangsa.
Ia menilai MPR sangat tepat untuk berperan menjadi lembaga sebagai tempat dialog berbagai elemen masyarakat sesuai dengan visi MPR sebagai Rumah Kebangsaan sehingga tidak terjadi kebuntuan dan salurannya. "Jadi orang tidak menyalurkan kemarahannya di tempat-tempat umum apalagi dengan merusak fasilitas publik, halte, perkantoran," ujarnya.
Baca juga: Sultan Yogyakarta dukung buruh hingga perusahaan bisa PHK karyawan masuk daftar hoaks RUU Cipta Kerja
Ia menyatakan, untuk meredam kemarahan publik, seperti aksi demo menolak UU Cipta Kerja, tidak bisa lagi dengan pendekatan unjuk kekuatan atau menggunakan pendekatan represif dengan menunjukkan kekuatan dan kekuasaan, sehingga semua lawan yang membangkang dipukul mundur.
Ia menilai yang diperlukan sekarang ini adalah tempat untuk berdialog karena situasi sekarang ini terjadi kebuntuan komunikasi. "Dialog itu bisa dilakukan dimana saja, tapi saya kira di MPR yang paling tepat. Dialog bisa dilakukan secara virtual, yang penting ada penyalurannya," katanya.
Ia mencontohkan dialog seperti itu pernah dilakukan Joko Widodo ketika masih menjadi wali kota Solo, Jokowi seringkali mengajak warganya berdialog untuk menyelesaikan setiap persoalan.
Menurut dia, semua elemen masyarakat mulai dari pengurus RT, RW, pedagang pasar, pengusaha, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, hingga pimpinan partai politik sering diajak berdialog mencari solusi setiap persoalan.
Baca juga: Ganjar buka ruang aspirasi penolak UU Cipta Kerja
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020