"Kemarin di bulan September 2020 jadi puncaknya, total saat itu ada 156 jenazah (layon atau sawa) COVID-19 dan Non-Covid, 75 persen nya COVID-19 atau dengan COVID-19. Karena kategori COVID-19 banyak sebutannya, misalnya reaktif, tetapi sudah meninggal, kemudian hasil usap (swab) belum ada, sedangkan mayat sudah dibawa ke sini sehingga perlakuan tetap dengan prokes," kata Nyoman Karsana saat dikonfirmasi di Bangli, Senin.
Ia mengatakan bahwa para petugas di krematorium Sagraha Mandra Kantha Santhi, melakukan kremasi menggunakan APD lengkap. Selain itu, untuk mencegah penyebaran COVID-19 dari orang yang datang dari luar proses kremasi.
"Ya, bukan karena takut dengan mayatnya, enggak. Logika kami mayat tidak bisa menulari karena enggak bisa mengeluarkan percikan ludah (droplet). Yang kami pantau itu keluarganya, karena banyak orang yang datang, jadi kan kami tidak tahu yang mana yang reaktif. Itu yang kami takutkan dan jaga sehingga kami pakai APD lengkap," ujarnya.
Baca juga: Gugus Tugas: Reaktif, hasil rapid test 400-an warga Serokadan-Bangli
Baca juga: 2.300 warga Bangli harus di-rapid test karena transmisi lokal COVID-19
Baca juga: Gugus Tugas: Reaktif, hasil rapid test 400-an warga Serokadan-Bangli
Baca juga: 2.300 warga Bangli harus di-rapid test karena transmisi lokal COVID-19
Ia menambahkan penggunaan APD lengkap sekaligus untuk mengantisipasi penyebaran ketika para petugas kontak langsung dengan keluarga baik itu saat bawa sesajen dan sebagainya. Namun, jika yang memang tidak kontak langsung, ya, tidak pakai APD.
Selama proses kremasi, ada 10 petugas yang bekerja, enam diantaranya mengurus jenazah dan empat lainnya bagian pembakaran. "Nanti bisa juga tergantung jumlah jenazah yang dikremasi. Bilamana lebih banyak maka petugas akan ditambah, tergantung dari jumlah jenazah," ucap Nyoman Karsana.
Krematorium Sagraha Mandra Kantha Santhi juga menerima kremasi jenazah dari seluruh Bali. Namun, paling dominan berasal dari Denpasar dan Badung. Pelaksanaannya juga dilakukan sesuai dengan hari baik untuk kremasi.
Hingga saat ini lebih dari 200 jenazah yang di kremasi dari bulan Mei 2020. "Setelah ada berita dari Bapak Menteri Dalam Negeri bahwa yang paling baik penguburan jenazah COVID dengan cara dibakar," ucapnya.
Proses kremasi ini dilakukan untuk bisa membantu jenazah yang terpapar COVID-19, sesuai dengan amanat pemerintah dan penggunaan APD lengkap sesuai dengan prosedur tetap.
Ia menjelaskan khusus untuk jenazah penderita COVID-19, tidak dibuka. Kedua sesuai di lontar Hindu dalam istilah "Gering Agung" dibuatkan menyerupai alam Bali yang menggambarkan jenazah tersebut. Setelah selesai cendana ditaruh di atas peti janazah.
"Biaya APD dibebankan kepada keluarga, kadang-kadang pemda Kabupaten atau kota menyediakan melalui Dinas Kesehatan. Itu kalau ada permohonan dari pihak keluarga sekaligus meringankan beban keluarga korban. Tapi ada juga keluarga yang bisa membeli atau kami disini membelikan kalau kesulitan mendapatkan baju APD," ucapnya.*
Baca juga: Tak disiplin karantina, dua PMI di Bali sebabkan 12 kasus baru
Baca juga: Sekda Bali fasilitasi "tukang suwun" yang tidak dapat ruang isolasi
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020