Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (13/10/2020) memperingatkan bahwa kerentanan keuangan terus meningkat sejak wabah pandemi COVID-19, yang dapat menimbulkan hambatan bagi pemulihan ekonomi global yang tidak merata.IMF memproyeksikan ekonomi global berkontraksi 4,4 persen pada 2020
"Sejak wabah COVID-19, kerentanan terus meningkat. Pemicu seperti wabah virus baru, kesalahan langkah kebijakan, atau guncangan lain dapat berinteraksi dengan kerentanan yang sudah ada sebelumnya dan mengarahkan ekonomi ke skenario yang lebih merugikan," kata IMF dalam Laporan Stabilitas Keuangan Global yang baru dirilis.
Baca juga: Ketua IMF ingatkan "pendakian panjang" menuju pemulihan ekonomi global
"Dalam skenario seperti itu, kebangkrutan yang lebih luas dapat mengarah pada penetapan harga ulang risiko kredit, pengetatan standar pinjaman bank, dan pengetatan tajam kondisi keuangan," kata laporan itu, mencatat pandemi bisa menjadi ujian ketahanan utama bagi sistem keuangan global.
"Meningkatnya kerentanan keuangan meningkatkan kemungkinan putaran umpan balik keuangan makro yang merugikan dalam menanggapi guncangan negatif, yang berpotensi membutuhkan langkah-langkah kebijakan likuiditas dan solvabilitas lebih lanjut," kata laporan itu, seperti dikutip Xinhua.
Analisis IMF menunjukkan bahwa beberapa sistem perbankan mungkin mengalami "kekurangan modal yang signifikan" dalam skenario makroekonomi yang merugikan, Tobias Adrian, penasihat keuangan dan direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, mengatakan Selasa pada konferensi pers virtual selama pertemuan tahunan Kelompok Bank Dunia dan IMF.
"Sejumlah besar perusahaan dan rumah tangga tidak akan dapat membayar kembali pinjaman mereka, bahkan setelah memperhitungkan langkah-langkah kebijakan yang diterapkan saat ini, dan profitabilitas mereka akan goyah," kata Adrian, menambahkan hubungan yang meningkat antara perusahaan, bank, dan lembaga keuangan non-bank menyiratkan bahwa, pada titik tertentu, kerapuhan dapat menyebar ke seluruh sistem keuangan.
"Banyak perusahaan telah memiliki tingkat utang sangat tinggi sebelum krisis, dan sekarang utang di beberapa sektor mencapai level tertinggi baru. Ini berarti risiko solvabilitas mungkin telah bergeser ke masa depan," katanya.
Ke depan, pembuat kebijakan harus hati-hati mengurutkan tanggapan mereka untuk membangun jembatan yang aman menuju pemulihan, kata pejabat IMF itu, menambahkan kebijakan moneter harus tetap akomodatif untuk mempertahankan pemulihan saat ekonomi dibuka kembali.
"Kerangka yang kuat untuk restrukturisasi utang akan sangat penting buat mengurangi kelebihan utang dan untuk menyelesaikan perusahaan yang tidak layak. Perluasan dukungan multilateral ke negara-negara berpenghasilan rendah yang menghadapi kesulitan pendanaan akan menjadi penting," katanya.
IMF memproyeksikan ekonomi global berkontraksi 4,4 persen pada 2020, 0,8 poin persentase di atas perkiraan Juni, menurut laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru yang dirilis Selasa pagi (13/10/2020).
"Peningkatan ini disebabkan oleh hasil yang tidak terlalu buruk pada kuartal kedua, serta tanda-tanda pemulihan yang lebih kuat pada kuartal ketiga, sebagian diimbangi oleh penurunan peringkat di beberapa negara emerging markets dan negara berkembang," kata kepala ekonom IMF Gita Gopinath.
Namun, pendakian dari bencana ini kemungkinan besar "panjang, tidak rata, dan sangat tidak pasti," kata Gopinath. "Sangat penting bahwa dukungan kebijakan fiskal dan moneter tidak ditarik terlalu dini, sebaik mungkin."
Baca juga: Emas anjlok di bawah 1.900 dolar AS, tertekan "greenback", laporan IMF
Baca juga: IMF sebut ekonomi dunia mulai membaik tetapi belum merata
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020