"Mimpi untuk menyiapkan konsorsium ini sudah berjalan cukup lama, yakni sekitar dua hingga tiga tahun yang lalu. Dengan konsorsium ini, bagaimana kita memperkuat secara nasional untuk melahirkan talenta di bidang kecerdasan buatan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Prof Nizam dalam acara peluncuran yang digelar via daring.
Ia mengemukakan bahwa kecerdasan buatan merupakan salah satu penggerak utama revolusi industri 4.0, yang sebagaimana revolusi industri sebelumnya menimbulkan perubahan kebutuhan dalam dunia kerja.
"Misalnya pada revolusi industri 1.0 tenaga kasar manusia tergantikan oleh mesin uap dan mesin pintal dan sebagainya... Dengan begitu maka jutaan buruh kehilangan pekerjaan, bersama itu juga lahir jutaan pekerjaan baru," katanya.
Perubahan kebutuhan kerja juga terjadi akibat elektrifikasi yang terjadi pada revolusi industri kedua dan otomasi yang terjadi pada revolusi industri ketiga.
Sekarang, Nizam melanjutkan, mesin-mesin bisa melakukan analisis lebih cepat dari manusia manusia dengan adanya kecerdasan buatan, teknik pembelajaran mesin deep learning, maupun jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network/ANN).
"Demikian juga diagnosa penyakit oleh dokter spesialis yang sudah berpengalaman 10 hingga 20 tahun, (bisa) kalah cepat dibandingkan kecerdasan buatan," kata dia.
Kondisi tersebut mendatangkan tantangan baru dalam dunia kerja.
"Salah satu yang menjadi kebutuhan utama di dalam menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru dan kompetensi baru tersebut adalah kecerdasan buatan. Oleh karena itu, kita membangun konsorsium ini untuk untuk menyiapkan ribuan talenta kecerdasan buatan yang dibutuhkan untuk pembangunan bangsa dan negara ini," demikian Nizam.
Baca juga:
Kemendikbud tingkatkan kompetensi guru SMK bidang kecerdasan buatan
Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial fokus ke talenta digital
Pewarta: Indriani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020