• Beranda
  • Berita
  • Menlu sampaikan kekhawatiran atas kebijakan "due diligence" Inggris

Menlu sampaikan kekhawatiran atas kebijakan "due diligence" Inggris

14 Oktober 2020 23:32 WIB
Menlu sampaikan kekhawatiran atas kebijakan "due diligence" Inggris
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi (kanan), bertemu Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab (kiri), di London, Inggris, Rabu (14/10/2020). ANTARA/HO-Kemelu RI/aa.

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, menyampaikan kekhawatiran terhadap kebijakan due diligence atau uji tuntas yang sedang dipersiapkan Inggris sebagai syarat masuk sejumlah produk dari luar negeri.

Pasalnya, rencana pemberlakuan kebijakan itu akan mengancam tujuh komoditas pertanian Indonesia, termasuk di antaranya kelapa sawit, kopi, kayu, dan produk kayu.

“Saya sampaikan bahwa kebijakan seperti ini memiliki potensi menjadi hambatan non tarif ekspor Indonesia ke Inggris,” kata Retno saat memberikan pengarahan kepada media secara virtual dari London, usai ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab.

Karena itu, Retno menyarankan agar kedua negara duduk bersama guna membahas kemungkinan pembuatan pengakuan bersama (mutual recognition) dari kebijakan yang telah dimiliki masing-masing negara mengenai keberlanjutan rantai pasok (supply chain sustainability).

Kebijakan due diligence mengharuskan produsen yang akan mengekspor produknya ke Inggris untuk mencantumkan informasi atau semacam sertifikat yang membuktikan komoditas tersebut melindungi ekosistem dan tidak ditanam di lahan yang mengalami deforestasi secara ilegal.

Jika produsen gagal mematuhi aturan tersebut, maka produknya tidak boleh dipasarkan di Inggris atau akan dikenai denda jika terbukti melanggar.

Padahal, Inggris tercatat sebagai mitra dagang keempat terbesar bagi Indonesia dari Eropa dan merupakan peringkat pertama perdagangan kayu dengan Eropa.

Karena itu, dengan mengusulkan mutual recognition, pemerintah Indonesia berharap kebijakan due diligence tidak perlu dilakukan dan tidak perlu ada pembatasan produk-produk asal Indonesia ke Inggris.

Selain membahas isu perdagangan, kedua menlu membahas minat beberapa investor Inggris untuk menjalankan usaha di Indonesia di bidang energi terbarukan.

Sedikitnya tiga perusahaan Inggris telah menyatakan keinginannya untuk berinvestasi di Indonesia, yaitu, Aggreko yang merencanakan operasinya di Indonesia dari suplai gas dan diesel ke suplai solar PVs, Orbital Marine Poweryang merencanakan membangun proyek tidal turbineyang akan memproduksi energi 10 MW di wilayah timur Indonesia, serta Nova Innovation yang berencana membangun off-grid tidal turbine.

Kerja sama vaksin
Dengan Menlu Raab, Menlu Retno juga membicarakan kerja sama pengadaan vaksin Covid-19 yang sedang diupayakan Indonesia dengan mitra-mitranya baik secara bilateral maupun multilateral.

Kerja sama tersebut didalami melalui serangkaian pertemuan yang dilakukan delegasi Indonesia dengan perusahaan farmasi Inggris, AstraZeneca PLC, Koalisi untuk Inovasi Persiapan Epidemi (CEPI), serta Imperial College London.

Secara bilateral, Indonesia dan Inggris telah menandatangani nota kesepahaman mengenai kemitraan riset dan inovasi pada Agustus lalu dan MoU serta rencana aksi mengenai “Anti-Microbial Resistance” pada Juni.

Di jalur multilateral, kedua negara memiliki komitmen yang sama untuk mendukung inisiatif yang dipimpin Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI), dan CEPI dalam kerangka Fasilitas Akses Global Vaksin Covid-19 (COVAX) untuk memastikan akses setara terhadap vaksin yang aman dan terjangkau.
 

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi (kiri), bertemu Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab (kanan), di London, Rabu (14/10/2020). (ANTARA/HO Kedutaan Besar Australia di Jakarta)

Secara khusus Menlu Raab menekankan komitmen Inggris terhadap akses global ke vaksin, termasuk pengumuman baru dana bantuan senilai 500 juta poundsterling (sekitar Rp9,5 triliun) untuk COVAX Advance Market Commitment, fasilitas untuk membantu 92 negara termiskin di dunia untuk mendapatkan akses terhadap vaksin virus corona.

Sementara untuk Asia Tenggara, Inggris telah menyampaikan komitmen sebesar 1 juta poundsterling (sekitar Rp19,1 miliar) untuk ASEAN Covid-19 Response Fund.

Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, mengapresiasi kerja sama yang diperkuat kedua negara di bidang kesehatan, penelitian, dan inovasi.

“Kerajaan Inggris Raya dan Indonesia telah memperjelas suatu fakta penting bahwa tidak ada yang aman sampai semua orang aman dari Covid-19, sehingga vaksin harus dapat diakses dan terjangkau untuk semua negara,” kata Jenkins melalui keterangan tertulis Kedubes Inggris.

“Saya senang melihat upaya Indonesia untuk bekerja sama dengan para ilmuwan terkemuka dunia dari Imperial College London dan menjadi tuan rumah uji klinis---sebuah jasa yang tak ternilai harganya bagi seluruh dunia. Kerja sama ini dibangun di atas hubungan yang sudah kuat antara peneliti Indonesia dan Kerajaan Inggris Raya, melalui program seperti Newton Fund. Bersama-sama kita bisa dan sedang membuat kemajuan,” kata dia.

Pewarta: Yashinta Pramudyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020