Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University Profesor Doktor Nunung Nuryartono mengemukakan pengetahuan mengenai "green marketing" sebagai hal penting untuk memastikan produk konsumsi mendukung pencapaian energi terbarukanPersamaan antara 'green marketing' dan 'traditional marketing' adalah sama-sama bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, namun yang berbeda adalah 'green marketing' masuk untuk meminimalkan dampak berbahaya dari produk terhadap lin
"Banyak perusahaan di seluruh dunia mulai peduli terhadap penerapan 'green marketing' pada produknya, seperti Wall-Mart, perusahaan retail terbesar di dunia, juga mulai peduli menerapkan strategi 'green marketing' ini," ujarnya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.
Perkembangan teknologi menjadikan masyarakat sekaligus konsumen, memiliki akses informasi yang terbuka terhadap produk yang digunakan.
Perhatian masyarakat saat mengonsumsi produk tidak hanya tertuju pada harga dan kemasan tetapi lebih dari pada latar belakang produk tersebut.
Hal itu tidak lepas dari mulai munculnya kesadaran konsumen terhadap kerusakan lingkungan, seperti pemanasan global dan pencemaran lingkungan yang disebabkan perilaku pembelian produk oleh mereka.
Dengan demikian, sebagai wujud kepedulian lingkungan memunculkan penerapan prinsip yang disebut "green consumerism". Hal itu yang melahirkan tantangan bagi perusahaan agribisnis untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan ramah lingkungan dan aman bagi konsumen melalui strategi "green marketing".
Hal tersebut telah mendorong Departemen Agribisnis IPB University menggelar webinar membahas “Green Marketing for Agribusiness: Theory of Reasoned Action". Webinar itu mengundang Dr Marthin Nanere, dosen senior dalam bidang pemasaran dari La Trobe University Melbourne, Australia.
Nunung menyampaikan webinar itu dapat memberikan wawasan terkait dengan kerangka suatu sektor produk dan jasa untuk dapat berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Kerangka tersebut dijelaskan melalui teori of reasoned action memengaruhi perilaku.
Marthin menyampaikan agribisnis adalah seluruh aktivitas di pertanian dengan memasukkan pelaku petani, pengolah, distributor dan pelanggan dalam sistem produksi, pengolahan, transportasi, pasar, dan pendistribusian produk.
Ia menyebut di Australia jumlah peternakan pada 2019 mencapai 135.997 unit dengan 63,7 juta domba.
Menurut dia, untuk mewujudkan produk agribisnis yang bertanggung jawab pada lingkungan, maka "green marketing" menjadi strategi yang diterapkan dalam proses penjualan produk berdasarkan manfaat lingkungan.
Baca juga: Pemerintah libatkan swasta dalam pembangunan rendah karbon
Selain itu, katanya, "green marketing" juga dikenal dengan istilah lain, seperti "ecological marketing", "environmental marketing", dan "sustainable marketing".
"Persamaan antara 'green marketing' dan 'traditional marketing' adalah sama-sama bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, namun yang berbeda adalah 'green marketing' masuk untuk meminimalkan dampak berbahaya dari produk terhadap lingkungan alam," kata Marthin.
Hal-hal yang termasuk "green marketing" adalah adanya modifikasi produk, perubahan kemasan, perubahan proses produksi, dan iklan yang juga dimodifikasi. Dengan demikian, konsumen akan mau membayar harga suatu produk jika ada peningkatan desain, fungsi, daya tarik visual, rasa, dan manfaat lingkungan.
Oleh karena itu, katanya, untuk membuat konsumen mudah menggunakan produk-produk hijau diperlukan pemahaman terhadap nilai perilaku dan perilaku pembelian oleh konsumen.
“Setidaknya ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan dari konsumen, pertama posisi nilai konsumen, pengetahuan konsumen dan kredibilitas klaim produk,” katanya.
Ia menjelaskan beberapa saran menuju "go green", antara lain mengetahui masalah dan perhatian konsumen, mengedukasi konsumen dengan berbeda, menambah beberapa nilai di samping hanya menyelamatkan lingkungan, menjadi terbuka dengan apa yang sudah atau belum dilakukan, mengembangkan produk baru.
“Manajemen lingkungan dilakukan dengan formula yang dikenal dengan 3R yaitu Reusing (penggunaan ulang) kemasan, Recycling (daur ulang) bahan, dan Reducing (pengurangan) penggunaan sumber daya. Formula tersebut untuk mengendalikan limbah sumber daya alam,” katanya.
Oleh karena itu, diperlukan dorongan melakukan pembelian hijau oleh masyarakat melalui perilaku yang dibentuk dari norma (normative belief), keyakinan (behavioral belief) dan kontrol perilaku (Control belief.) Perilaku tersebut dapat dijelaskan dalam teori yang dikenal sebagai Theory of Reasoned Action (TRA).
Behavioral belief adalah keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap suatu perilaku dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap atau perilaku pembelian produk hijau. Normative belief merupakan persepsi individu mengenai harapan orang atau pihak lain yang penting bagi kehidupan individu mengenai dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tertentu untuk membentuk niat pembelian produk hijau.
Control belief merupakan persepsi individu mengenai kontrol yang dilakukannya sehubungan dengan perilakunya dan mudah atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku tertentu seperti perilaku konsumen untuk berpartisipasi dalam praktik yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Baca juga: Menperin imbau industri terapkan "green economy"
Baca juga: Menkeu dorong transformasi ekonomi global berbasis pemulihan hijau
Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020