Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) menghasilkan lebih dari 61 produk inovasi yang sedang dan telah dikembangkan untuk penanggulangan COVID-19, itu semua menjadi bagian dari capaian setahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'aruf Amin yang dilantik di gedung parlemen 20 Oktober 2019.sebagian sudah masuk tahap industri dan tahap distribusi
"Lebih dari 61 produk inovasi sudah dihasilkan dan sebagian sudah masuk tahap industri dan tahap distribusi," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro dalam konferensi pers virtual Forum Merdeka Barat 9 tentang Pengembangan Vaksin, Terapi dan Inovasi COVID-19, Jakarta, Selasa.
Produk-produk inovasi tersebut berkaitan antara lain dengan pengujian (testing), alat kesehatan, imunomodulator, terapi hingga vaksin. Sebagian dari produk inovasi tersebut sudah diproduksi, dipakai dan didistribusikan di berbagai tempat di Tanah Air.
Sejak kasus COVID-19 pertama kali muncul di Indonesia pada awal Maret 2020, Kementerian Riset dan Teknologi segera membentuk konsorsium untuk menghasilkan berbagai produk inovasi untuk percepatan penanganan COVID-19 di Tanah Air.
Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 terdiri dari antara lain perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, dunia usaha, industri atau swasta maupun BUMN.
Produk inovasi yang lahir dari kerja sama konsorsium tersebut diantaranya alat tes cepat (rapid test) berbasis antibodi yang saat ini sudah diproduksi 350 ribu unit per bulan, dan diperkirakan dalam beberapa bulan mendatang dan sebelum akhir tahun 2020 diharapkan produksinya sudah mencapai satu juta unit per bulan.
"Untuk 'rapid test' kami sudah bekerja sama dengan dua perusahaan swasta dan sebentar lagi akan bertambah menjadi empat," tuturnya.
Kemudian, PCR test kit yang digunakan untuk setiap pengujian sampel usap yang menggunakan mesin PCR di mana produksinya sekarang sudah 1,5 juta unit per bulan dan diperkirakan akan meningkat menuju dua juta per bulan. Produksi PCR test kit tersebut bekerja sama dengan PT Bio Farma.
Konsorsium juga telah menciptakan laboratorium BSL-2 untuk keperluan pengujian PCR. Keberadaan laboratorium mobile itu terutama ditujukan untuk menambah kapasitas pengujian di berbagai daerah yang mengalami lonjakan kasus infeksi COVID-19.
Mobile Lab BSL-2 itu sudah digunakan di beberapa rumah sakit, dan saat ini sedang dimodifikasi agar bentuknya tidak lagi dalam bentuk kontainer seperti sekarang tapi sudah dalam bentuk bis.
Baca juga: Presiden luncurkan 55 produk inovasi untuk tangani COVID-19
Baca juga: Kemenperin siapkan inovasi produk industri penanggulangan COVID-19
Hingga saat ini, sudah ada enam ventilator dalam negeri yang mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan, dan sudah diproduksi oleh industri dan dipakai di berbagai rumah sakit di Indonesia.
Untuk pengembangan dan akurasi dari tes cepat atau deteksi dari COVID-19, saat ini sedang dilakukan uji validasi tahap kedua dari GeNose sebagai alat skrining dan diagnostik COVID-19 berbasis embusan nafas. GeNose merupakan inovasi dari Universitas Gadjah Mada.
"Ini adalah suatu inovasi yang menurut kami luar biasa karena bisa mendeteksi virus COVID-19 secara akurat. Di dalam uji validasi tahap pertama di suatu rumah sakit di Yogyakarta validasinya atau akurasi yang mencapai 97 persen dibandingkan PCR yang merupakan 'gold standard'," kata Menteri Bambang.
Harga satu unit GeNose juga dinilai relatif murah sekitar Rp40-an juta tetapi alat itu bisa digunakan untuk 100.000 pengujian, dan pengujiannya juga tidak invasif karena tidak membutuhkan darah seperti pada alat tes cepat COVID-19 dan sampel usap pada uji usap berbasis PCR.
Mesin GeNose juga dikembangkan dengan pendekatan kecerdasan buatan.
Selain GeNose, konsorsium juga mengembangkan alat tes cepat yang berbasis antigen atau "rapid swab test".
Tergabung dalam konsorsium itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sedang mengembangkan reverse transcription loop mediated isothermal amplification (RT-LAMP) untuk mendeteksi COVID-19.
"Kita berupaya agar menjelang akhir tahun jadi November atau Desember 2020 baik GeNose maupun RT-LAMP ini sudah bisa diproduksi dan dipakai secara luas, dan ini juga akan membantu mengurangi beban biaya terutama untuk 'PCR test' dan juga punya tingkat akurasi yang cukup tinggi dan juga tidak memerlukan laboratorium BSL-2 seperti halnya pengujian PCR," ujar Menteri Bambang.
Baca juga: Balitbangtan terus berinovasi hasilkan produk olahan pangan sehat
Baca juga: Pemerintah luncurkan tes cepat COVID-19 buatan dalam negeri
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020