Akselerasi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan untuk sektor ketenagalistrikan terus dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebanyak 24 Pembangkit Tenaga Listrik (PLT) EBT sudah mulai beroperasi atau Commercial Operation Date (COD) di semester awal 2020.
Satu tahun kepengurusan Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amien, dari semua Power Purchase Agreement (PPA) yang sudah COD hingga di semester I 2020 itu ada 24 pembangkit dengan kapasitas 345,08 MW. Sebelumnya, Direktur Aneka EBT, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Harris menjelaskan para pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) telah meneken kontak jual-beli sebanyak 83 sepanjang periode tahun 2017 hingga 2020. "Total kapasitasnya sebesar 1.771,41 Megawatt (MW),” kata Harris Yahya.
Selain itu berbagai sumber energi terus dikembangkan oleh pemerintah demi mencapai bauran energi baru terbarukan. Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) Badan Litbang Kementerian ESDM melakukan penelitian dalam rangkaian rangkaian pra feasibility study (pra FS) pemanfaatan arus laut dalam pembangkit listrik tenaga arus laut, di Selat Pantar, Nusa Tenggara Timur.
Tim saat ini telah menyelesaikan tahapan pengunduhan data kecepatan arus (sementara) dari alat ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler) untuk mendapatkan data kecepatan arus laut selama 30 hari atau 1 bulan di Selat Pantar, Nusa Tenggara Timur.
Salah satu lokasi yang memiliki potensi energi laut cukup besar adalah perairan Selat Pantar, NTT. Berdasarkan penelitian P3GL pada 2011, selat ini memiliki kecepatan arus rata-rata cukup deras, sekitar 2 m/s, sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber pembangkit listrik.
Baca juga: PLTU Ropa berhasil uji coba bahan bakar sampah
Lokasi Selat Pantar dipilih karena berada di luar Pulau Jawa, sesuai dengan kegiatan prioritas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS 2020-2024).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan pemerintah pusat dan daerah, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, PT PLN, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi, dan Independen Power Producer (IPP), serta instansi terkait lainnya dalam upaya pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya energi arus laut.
Hasil kegiatan ini diharapkan akan mendukung pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 dalam kegiatan prioritas bidang energi, khususnya pemanfaatan energi baru terbarukan dari laut. Studi ini juga diharapkan dapat mendukung pencapaian target 23 persen bauran EBT pada tahun 2025 melalui penelitian potensi dan kajian teknologi pemanfaatan energi arus laut.
Pada tahun 2016, P3GL telah mengolah data kecepatan arus di sejumlah selat yang potensial di perairan Indonesia. Kecepatan arus yang besar umumnya berada di perairan sekitar Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kecepatan arus berkisar dari 0,6 hingga 3,5 m/s. Kecepatan arus lebih dari 2m/s terdapat di Selat Pantar, Lombok, Toyapakeh, Larantuka, Alas, Molo, Sunda, dan Boleng. Secara umum, tipe pasang surut (pasut) di perairan Indonesia adalah tipe pasut semidiurnal. Artinya dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut.
Baca juga: Menteri ESDM: Pemanfaatan EBT dipercepat dengan penciptaan pasar baru
Metode pelaksanaan akuisisi data survei ini mengacu pada standar European Marine Energy Center, 2009. Pengumpulan data sekunder penelitian ini meliputi data pasang surut, peta geologi, peta topografi, peta batimetri, dan berbagai data dari penelitian terdahulu dan dari berbagai instansi lainnya.
Data sekunder ini dijadikan referensi awal untuk memahami kondisi daerah penelitian, sehingga memudahkan dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan lapangan.
Tim juga melakukan Recognize sebelum pelaksanaan ke lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi sarana dan prasarana yang ada. Penelitian lapangan dititikberatkan pada penelitian kecepatan arus laut selama satu bulan.
Kegiatan yang dilakukan adalah penentuan posisi koordinat pengukuran, menentukan leveling posisi koordinat terhadap benchmark (BM), pengukuran arus, pengukuran elevasi muka laut, pengukuran kedalaman dasar laut, serta pengamatan meteorologi maritim.
Percepatan
Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi yang ramah lingkungan akan dipercepat dengan menciptakan pasar baru EBT. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, pasar baru EBT tersebut dilakukan melalui program renewable energy base industry development (Rebid) dan renewable energy base on economic development (Rebed).
Nantinya, ada 11 kementerian dan lembaga yang terlibat dan memberikan peran dalam mendorong pengembangan EBT ini, mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), BUMN, Kementerian Perindustrian dan banyak lagi.
Rencananya, pemerintah akan menambahkan 16,7 Giga Watt (GW) dalam kurun waktu 10 tahun sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara 2019 - 2028.
Baca juga: MEBI: Biomassa punya potensi jadi alternatif sumber energi
Tantangan pertama adalah keekonomian EBT yang dinilai masih belum kompetitif dibandingkan dengan harga pembangkit berbahan bakar fosil. harga EBT masih relatif lebih mahal dibandingkan pembangkit konvensional.
Kedua, sifat pembangkit yang intermittent, seperti PLT Surya dan PLT Bayu sehingga memerlukan kesiapan sistem untuk menjaga kontinuitas pasokan tenaga listrik.
Sebaliknya, pembangkit EBT yang least cost (ongkos rendah) dan faktor kapasitasnya bagus, seperti PLT Air, PLT Minihidro, dan PLT Panas Bumi, umumnya terletak di daerah konservasi yang jauh dari pusat beban, membutuhkan waktu relatif lama dalam pembangunan, mulai dari perizinan, kendala geografis, hingga keadaan kahar (longsor).
Bauran pembangkit EBT terus mengalami peningkatan bahkan melebihi target yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020. Pergerakan signifikan ditunjukkan oleh bauran dari pembangkit berbasis air dan panas bumi.
Untuk panas bumi telah mencapai 5,84 persen atau 2.131 Giga Watt Hour (GWh) dari target 4,94 persen (14,77 GWh). Sementara realisasi air mencapai 8,04 persen atau 6.857 GWh dari target 6,23 persen (18,63 GWh). Sementara untuk EBT lainnya realisasinya mencapai 3,24 GWh atau 0,29 persen, melebihi dari target yang ditetapkan, yakni 1,01 GWh.
Adapun serapan bauran pembangkit gas mencapai 17,81 persen atau setara 175.119 British Billion Thermal Unit (BBTU), sedangkan serapan bauran pembangkit Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Nabati (BBN) mencapai 3,75 persen dengan rincian volume 0,86 juta kilo liter untuk BBM dan 0,29 juta kilo liter untuk BBN. "Total realisasi produksi listrik sebesar 133.216 GWh," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Baca juga: Indonesia masuk peringkat 2 pencipta pekerjaan dari energi terbarukan
Baca juga: Kadin Indonesia usulkan cost recovery, percepat pemanfaatan panas bumi
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020