Pengamat sektor kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, program penguatan sentra perikanan di Natuna perlu lebih memprioritaskan kepentingan nelayan lokal.Penguatan sentra perikanan Natuna harus diarahkan untuk memperkuat nelayan lokal di Wilayah Pengelolaan Perikanan/WPP 711
"Penguatan sentra perikanan Natuna harus diarahkan untuk memperkuat nelayan lokal di Wilayah Pengelolaan Perikanan/WPP 711 (termasuk Laut Natuna)," kata Abdul Halim di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, penguatan kapasitas nelayan luar daerah untuk pergi ke Natuna justru kontraproduktif, karena dinilai yang lebih baik adalah memobilisasi dan meningkatkan kemampuan nelayan setempat.
Ia mengingatkan bahwa di WPP 711 selain Kabupaten Natuna, ada banyak kabupaten lain yang memiliki hak memanfaatkan sumber daya ikan di sana.
Abdul Halim juga menekankan pentingnya sentra penangkapan ikan di Natuna terintegrasi dengan kegiatan pengolahan ikan berskala internasional.
Bila hal tersebut dilakukan lanjutnya, maka kemajuan industri perikanan di dalam negeri, khususnya di WPP-NRI 711, tinggal menunggu waktu.
Berbarengan dengan hal itu, ujar dia, ancaman aktivitas pencurian ikan dari kapal asing dan klaim China atas Laut Natuna Utara bisa diminimalisasi.
Sebagaimana diwartakan, KKP mengupayakan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna dengan menggenjot kapasitas nelayan melalui inovasi teknologi alat penangkapan ikan bubu lipat.
"Potensi perikanan di Natuna ini sangat besar, namun para nelayan masih banyak yang menggunakan alat penangkapan ikan tradisional. Melalui pelatihan ini, kami dorong para nelayan agar dapat meningkatkan produksi dengan inovasi alat penangkapan ikan berupa bubu lipat," kata Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Ridwan Mulyana.
Menurut dia, pelatihan inovasi bubu lipat merupakan pembinaan dan pemberdayaan nelayan yang selaras dengan pembangunan fisik dan pengoptimalan fasilitas di SKPT Natuna yang telah dimulai sejak 2015.
Perairan Natuna masuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang memiliki potensi perikanan sebesar 767.126 ton berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI.
"Dengan mengenalkan teknologi alat penangkapan ikan hasil inovasi perekayasaan BBPI (Balai Besar Penangkapan Ikan) Semarang, kami juga berharap pendapatan para nelayan dapat meningkat seiring meningkatnya jumlah tangkapan nelayan," papar Ridwan.
Pembangunan SKPT Natuna terus diupayakan untuk menggenjot perekonomian dan menjadi pertumbuhan baru di wilayah perbatasan. Selain fasilitas fisik, SKPT Natuna menyediakan dua fasilitas layanan secara terpadu untuk penerbitan persetujuan berlayar, laik operasi kapal, karantina ikan dan lainnya, termasuk fasilitas pemasaran ikan di Tempat Pemasaran Ikan di Pelabuhan Perikanan Selat Lampa.
Pemerintah pusat dan daerah juga terus bersinergi agar kapal perikanan yang melakukan penangkapan ikan di WPPNRI 711 mendaratkan ikannya di SKPT Natuna. Saat ini KKP juga tengah membangun pasar ikan di Kota Ranai Natuna, yang mendapatkan dukungan pembiayaan melalui dana hibah langsung Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
Baca juga: Sentra kelautan perikanan Natuna perlu penguatan digitalisasi
Baca juga: Jepang - Korea bantu Indonesia desain ulang sentra perikanan di Natuna
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020