Wakil Presiden, KH Ma'ruf Amin, meminta kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) serta pemerintah daerah melakukan konvergensi dalam melaksanakan program percepatan pencegahan kekerdilan atau stunting pada anak.
Saat ini di tingkat pusat terdapat 23 K/L yang terlibat dalam penanganan stunting dan semuanya memiliki program kegiatan dan anggaran masing-masing, kata dia, selaku ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
"Belum lagi anggaran yang disediakan oleh pemda dan pemerintah desa. Oleh karena itu, Presiden dan saya memimpin langsung percepatan pencegahan kekerdilan pada anak, terutama untuk memastikan konvergensi benar-benar terjadi dan target yang telah ditetapkan dapat dicapai," kata dia, saat membuka Rapat Koordinasi Teknis Percepatan Pencegahan Kekerdilan Pada Anak secara virtual dari Jakarta, Rabu.
Baca juga: Pengasuhan anak kunci utama cegah kekerdilan
Konvergensi merupakan upaya untuk memastikan program-program intervensi dapat diterapkan dengan baik di wilayah dengan angka kekerdilan pada anak tinggi, sehingga upaya menurunkan prevalensi kekerdilan pada anak dapat tercapai.
"Hal ini (konvergensi) diperlukan karena sesungguhnya sebagian besar program intervensi tersebut telah tersedia, tetapi belum konvergen. Penurunan prevalensi kekerdilan pada anak akan menjadi efektif bila suatu wilayah menerima keseluruhan program atau kegiatan tadi," jelasnya.
Untuk mewujudkan konvergensi dalam penanganan kekerdilan pada anak itu, dia berpesan agar para menteri, kepala lembaga dan kepala daerah yang terlibat untuk saling berkoordinasi dan menghilangkan ego-sektoral.
Baca juga: Wapres: Pemberian ASI pada anak turunkan prevalensi kekerdilan
"Setiap lembaga yang terlibat diminta untuk menghilangkan ego-sektoral, karena konvergensi membutuhkan kerja sama antarpihak," tegasnya.
Pemerintah berambisi untuk menurunkan angka prevalensi kekerdilan pada anak secara nasional menjadi 14 persen pada 2024. Pada 2013, angka stunting pada anak di Indonesia tercatat mencapai 37,2 persen, dan angka itu terus menurun hingga pada 2018 menjadi 30,8 persen.
Meruju pada data Kementerian Kesehatan, pada 2019 terdapat 27,7 persen anak bawah lima tahun (balita) di Indonesia mengalami kekerdilan pertumbuhan badan.
Baca juga: Dokter: Posyandu bantu deteksi dan cegah anak gizi buruk
"Ini artinya ada sekitar 6,5 juta balita Indonesia yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama, yang kemudian menjadikan mereka mengalami kekerdilan ini," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah terus menekan jumlah anak dengan kekerdilan pertumbuhan melalui pemenuhan gizi ibu hamil dan pertumbuhan 1.000 hari pertama kehidupan bayi, dengan tujuan menciptakan SDM Indonesia yang unggul dan berkualitas.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020