Menko PMK: Rokok ranjau bagi Nawa Cita

24 Oktober 2020 01:27 WIB
Menko PMK: Rokok ranjau bagi Nawa Cita
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. (ANTARA/Katriana)

Rokok mengancam manusia Indonesia pada semua usia, termasuk yang masih dalam kandungan. Banyak riset sudah menunjukkan bahaya asap rokok terhadap janin yang ada di dalam kandungan karena ibunya merokok atau menjadi perokok pasif

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan rokok bisa menjadi ranjau bagi Nawacita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin.

"Terdapat sembilan misi pembangunan. Tiga di antaranya adalah peningkatan kualitas manusia Indonesia, pembangunan yang merata dan berkeadilan, dan kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa. Rokok bisa menjadi ranjau bagi ketiganya," kata Muhadjir dalam Malam Penghitungan Suara Festival Pemilu Harga yang disiarkan akun Youtube CISDI TV secara langsung, Jumat (23/10) malam.

Muhadjir mengatakan dampak buruk rokok bisa membuat kualitas manusia Indonesia terganggu. Rokok juga menciptakan ketidakadilan serta perilaku merokok tidak mendukung upaya memajukan budaya bangsa.

Baca juga: Survey: Terjangkaunya harga sebabkan meningkatnya perokok anak

Baca juga: Kementan sebut cukai rokok pengaruhi jatuhnya harga tembakau


Karena itu, Muhadjir menjamin penanggulangan rokok menjadi komitmen besar pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang dia pimpin.

"Rokok mengancam manusia Indonesia pada semua usia, termasuk yang masih dalam kandungan. Banyak riset sudah menunjukkan bahaya asap rokok terhadap janin yang ada di dalam kandungan karena ibunya merokok atau menjadi perokok pasif," tutur-nya.

Muhadjir mengakui memang belum ada pembicaraan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dengan kenaikan harga rokok. Namun, dia mengatakan pemerintah terus menaikkan harga rokok secara terukur diikuti dengan upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap zat adiktif tersebut.

"Pemerintah tidak akan bisa berbuat banyak tanpa ada dukungan dari para aktivis yang peduli. Bagaimana pun masyarakat tidak bisa percaya sepenuhnya pada pemerintah tanpa ada tokoh-tokoh yang mengampanyekan bahaya rokok," tutur dia.

Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia, dan Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) mengumpulkan suara publik secara daring untuk mendukung pemerintah menaikkan harga rokok sejak Agustus 2020.

Penjaringan suara yang dilakukan melalui portal pulihkembali.org itu menunjukkan 95 persen responden menginginkan harga rokok yang mahal.

Baca juga: CISDI: Iklan dan harga murah strategi industri rokok sasar anak-anak

Baca juga: Pendapatan negara berpotensi hilang Rp1,26 triliun dari "diskon rokok"

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020