"Gempa berdampak menyebabkan 29 rumah rusak dan tiga orang luka-luka," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Senin.
Dengan kedalaman 62 km, gempa itu diduga dipicu oleh adanya patahan atau deformasi pada badan lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia.
Bidang kontak antarlempeng itu, kata dia, berada di kedalaman sekitar 50 km, sehingga jika gempa itu memiliki kedalaman 62 km, maka pusat gempa berada di bawah bidang kontak antarlempeng (intraplate earthquake).
Menurut Daryono, salah satu ciri gempa intraplate earthquake akan memberikan dampak guncangan (ground motion) yang lebih besar dari yang semestinya.
"Fakta ini tampak pada dampak gempanya, dengan kekuatan 5,6 yang menyebabkan kerusakan 29 rumah dengan spektrum guncangan yang luas mencapai Semarang dan Yogyakarta," kata Daryono.
Gempa intraplate, katanya, dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar, seperti halnya peristiwa gempa Padang berkekuatan 7,6 dengan kedalaman 87 km pada 30 September 2009 yang menyebabkan sebanyak 1.117 orang meninggal.
Namun, katanya, gempa Pangandaran tidak berpotensi menimbulkan tsunami karena pusatnya berada di kedalaman menengah dengan kekuatan di bawah 7,0 sehingga tidak terlalu berdampak mengganggu kolom air laut.
Daryono menjelaskan, lokasi pusat gempa pada Minggu pagi yang sebelumnya tercatat bermagnitudo 5,9 tersebut relatif dekat dengan pusat gempa pembangkit tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 yang menyebabkan 668 orang meninggal.
Pusat gempa pada Minggu (25/10) terletak di sebelah utara sejauh 131 km dari pusat gempa berkekuatan 7,7 pembangkit Tsunami Pangandaran 2006.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020