Rata-rata ICP pada APBN-P sendiri ditetapkan 38 dolar AS per barel
Realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) meningkat menjadi 42 dolar AS per barel hingga bulan September 2020 dari asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) sebesar 38 dolar AS per barel.
Hal ini berdampak positif bagi penerimaan negara yang mencapai 6,99 miliar dolar AS atau 119 persen melebihi target APBN-P sebesar 5,86 miliar dolar AS.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa mengutarakan, realisasi ICP ini melampui dari target ICP yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2020.
"Rata-rata ICP pada APBN-P sendiri ditetapkan 38 dolar AS per barel," ungkap Agung. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan, munculnya COVID-19 gelombang ke-2 diperkirakan akan menyebabkan ICP rata-rata per tahun sebesar 40 dolar AS per barel, sehingga outlook penerimaan negara dari sektor hulu migas di akhir 2020 akan mencapai 7,21 miliar dolar AS.
Untuk pengendalian cost recovery, sampai dengan September 2020,realisasinya mencapai 5,97 miliar dolar AS dari target sebesar 8,12 miliar dolar AS atau sekitar 73,5 persen. Sementara itu, realisasi investasi di kuartal III sendiri ditopang Pertamina E&P, CPI, Pertamina Hulu Mahakam, BP Berau dan Eni East Sepinggan. Pencapaian tersebut memberikan dampak besar bagi perekonomian negara.
"Saat kondisi sulit seperti ini, tentunya negara membutuhkan adanya perputaran ekonomi, kami yakin investasi hulu migas akan menciptakan dampak ikutan bagi ekonomi Indonesia sehingga dapat memulihkan perekonomian," harap Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.
Kendati begitu, Dwi mengakui pandmi Covid-19 memiliki imbas pada pengelolaan sektor hulu migas. "Akibat munculnya gelombang kedua pandemi Covid-19, kondisi permintaan minyak dunia masih belum stabil. Itu akan berdampak kepada gerakan harga minyak dunia," ungkapnya.
Menurutnya, Covid-19 memberikan dampak pada penundaan beberapa proyek, pengurangan investasi. Dengan harga jual yang turun, maka turut memengaruhi cashflow , dana akan lebih difokuskan pada Wilayah Kerja (WK) Migas yang produktif. Secara global, diperkirakan penurunan investasi di sektor migas sekitar 30 persen.
Produksi WK Rokan
Heads of Agreement Wilayah Kerja (WK) Rokan yang telah ditandatangani pada 28 September 2020 memberikan ruang bagi SKK Migas untuk menjaga kelangsungan di WK Rokan hingga berakhirnya kontrak di 2021.
"Target investasi di WK Rokan hingga Juli 2021 sebesar 154 juta dolar AS dengan rincian, untuk 2020 akan dilakukan pemboran 11 sumur dengan penambahan produksi sebesar 500 BOPD dan 2021 akan dilaksanakan pemboran 107 sumur dengan penambahan 5.000 BOPD," jelas Dwi. Jumlah sumur yang dibor akan bertambah seiring masuknya Pertamina Hulu Rokan di blok tersebut.
Saat ini, SKK Migas berupaya menjaga agar alih kelola dan alih operasi WK Rokan berjalan lancar dengan membentuk Tim Transisi Rokan. "Tim saat ini sedang melakukan proses tender untuk melengkapi peralatan-peralatan maupun barang-barang yang diperlukan dalam melaksanakan proses pemboran sesuai dengan kesepakan HOA sehingga di akhir 2020 dapat dimulai," ujar Dwi.
Baca juga: Kemenkeu perkirakan harga minyak turun sebabkan defisit Rp12,2 triliun
Baca juga: Harga minyak mentah Indonesia anjlok 22,38 dolar/barel
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020