"Dengan punya pemahaman literasi keuangan yang baik maka kita bisa terhindar dari hal-hal yang merugikan. Selain itu, tingginya tingkat literasi keuangan diyakini juga mampu meningkatkan kesejahteraan, karena dengan bertambahnya tingkat literasi keuangan maka masyarakat dapat membuat keputusan keuangan dengan lebih baik sehingga perencanaan keuangan keluarga atau pribadi menjadi lebih optimal," ujar Wildan dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.
Menurut Wildan, pengelolaan keuangan usaha yang baik juga sama pentingnya disamping pola pikir untuk bersikap adaptif dan kreatif, guna membangun bisnis yang berkelanjutan dan komprehensif.
Baca juga: Kemenko: Santri jadi prioritas dalam strategi keuangan inklusif
"Hal yang paling dasar harus dilakukan adalah dengan memisahkan keuangan usaha dan keuangan pribadi, maka dari situ pelaku usaha dapat memiliki gambaran jelas tentang kemampuan dan kebutuhan usahanya," kata Wildan.
Wildan menuturkan, apabila pelaku usaha sudah mengetahui mengenai kemampuan keuangannya secara jelas dan kemudian ingin menggunakan platform keuangan digital sebagai alternatif pembiayaan untuk melakukan ekspansi usaha, maka perlu memperhatikan tiga hal berikut.
"Pertama, pilih produk keuangan digital dari perusahaan yang sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), gunakan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dan terakhir, pahami betul manfaat serta risiko atas produk keuangan yang akan digunakan," ujarnya.
Dituntut adaptif
Masa pandemi memberikan pelajaran penting pada pelaku usaha, terutama dengan adanya perubahan kebiasaan dari masyarakat yang mengedepankan protokol kesehatan dan mengurangi interaksi fisik. Hanya pelaku usaha yang adaptif yang dapat terus menjaga usahanya supaya tetap kompetitif dan relevan.
Hal inilah yang ternyata dirasakan oleh Steven Huang, salah seorang merchant layanan e-commerce Akulaku Silvrr Indonesia yang kini sukses menjalankan bisnis pakaian laki-laki secara daring.
Menurutnya, kesuksesan yang dirinya raih itu berkat kemampuan beradaptasi dengan keadaan dan juga memanfaatkan teknologi sebagai penunjang bisnisnya.
Baca juga: Literasi keuangan digital bantu publik hindari pinjaman ilegal via SMS
"Sebelum usaha online seperti sekarang ini, saya berjualan kopi secara offline. Namun untuk promosi produk tentu harus melalui online karena perubahan perilaku konsumen yang saat ini ke digital semua. Hingga akhirnya bisnis kopi sudah tidak saya jalankan lagi, kemudian saya mencoba menjadi dropshipper produk pakaian laki-laki. Saya mulai usaha dropshipper ini menggunakan modal yang relatif sedikit dulu, namun sekarang saya sudah mulai banyak stok barang dan menjadi salah satu merchant e-commerce Akulaku Silvrr Indonesia," kata Steven yang sebelumnya juga merupakan karyawan Akulaku.
Steven menambahkan, dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini para pelaku bisnis harus jeli melihat perubahan perilaku konsumen dimana hampir semua orang saat ini lebih banyak beraktivitas di rumah dan pola konsumsi yang dilakukan melalui online. Di situlah pentingnya para pelaku bisnis perlu adaptasi berjualan online untuk menjangkau konsumen.
Para pelaku bisnis juga dituntut harus cerdik dan melakukan adaptasi apabila usahanya sudah tidak dapat bertahan. Kita perlu mengembangkan bisnis, terutama di bisnis yang bisa dilakukan secara online.
Dengan menerapkan kemampuan beradaptasi dan kreativitas yang baik, kini Steven mampu meraih omzet yang jumlahnya relatif tinggi, bahkan omzetnya kini bisa mencapai Rp250 juta per bulan dari hasil berjualan baju, sepatu, tas, celana khusus pria melalui e-commerce Akulaku Silvrr Indonesia.
"Dengan memanfaatkan lewat platform e-commerce Akulaku Silvrr Indonesia ini membuat saya memungkinkan untuk mencapai 65 persen dari 268 juta masyarakat Indonesia yang aktif menggunakan internet," ujar Steven.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020