Di Pakistan, polisi menembakkan gas air mata ke arah ribuan demonstran yang berbaris menuju Kedutaan Besar Prancis di Islamabad.
Beberapa pengunjuk rasa berusaha menerobos barikade polisi, kata saksi mata.
Di Bangladesh yang berpenduduk mayoritas Muslim, puluhan ribu orang berbaris melintasi Ibu Kota Dhaka.
Mereka meneriakkan kata-kata "Boikot produk Prancis" dan membawa spanduk yang menyebut Macron "teroris terbesar di dunia".
"Macron memimpin Islamofobia," kata pengunjuk rasa bernama Akramul Haq di Dhaka.
"Dia tidak tahu kekuatan Islam. Dunia Muslim tidak akan membiarkan ini sia-sia. Kami akan bangkit dan berdiri dalam solidaritas untuk menentang dia."
Di distrik dengan mayoritas Muslim di kota pusat keuangan India, Mumbai, sekitar 100 poster terlihat menunjukkan Macron dengan sepatu bot di wajahnya. Poster-poster yang menyebut Macron "iblis" ditempel di trotoar dan jalan.
Di Lebanon, pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk mengusir sekitar 300 pengunjuk rasa, termasuk pendukung partai Islam Sunni setempat.
Mereka berjalan dalam barisan dari sebuah masjid di Ibu Kota Beirut ke kediaman resmi duta besar Prancis.
Ribuan warga Palestina berunjuk rasa setelah menunaikan shalat Jumat di Masjid Al Aqsa, situs tersuci ketiga dalam Islam, di Kota Tua Yerusalem untuk mengutuk penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad di Prancis.
"Kami menganggap presiden Prancis bertanggung jawab atas tindakan kekacauan dan kekerasan yang terjadi di Prancis karena komentarnya terhadap Islam dan Muslim," kata Ikrima Sabri, pengkhutbah yang menyampaikan ceramah di Al Aqsa.
Di Ramallah, di Tepi Barat yang diduduki Israel, orang-orang Palestina menginjak-injak bendera Prancis berukuran besar serta membakari beberapa bendera Prancis lainnya.
Di Gaza, yang diperintah oleh gerakan Islam Palestina Hamas, ratusan warga Palestina mengambil bagian dalam demonstrasi anti Prancis.
Di Somalia, ribuan orang datang untuk menjalankan shalat Jumat di masjid-masjid, yang topik khutbahnya didominasi oleh kutukan dan kecaman terhadap Macron dan pemerintahnya.
Seorang penjaga toko di Mogadishu, Abdirahman Hussein Mohamed, meminggirkan semua produk Prancis, termasuk pencuci muka, krim, parfum, dan kosmetik lainnya. Ia memasang tanda besar, "TIDAK UNTUK DIJUAL".
"Saya tidak akan pernah menjual produk-produk itu ... selama Prancis tidak meminta maaf. Prancis menghina Nabi kami," kata Mohamed kepada Reuters. Beberapa perempuan pembeli setuju.
"Saya dulu salah satu konsumen kosmetik Prancis. Sekarang tidak lagi," kata Anisa Ahmed, 22. "Saya akan mencari produk dari negara-negara lain."
Presiden Macron menyatakan ia akan berdiri teguh melawan serangan terhadap nilai-nilai Prancis dan kebebasan memeluk keyakinan.
Prancis memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di Eropa dan dalam beberapa tahun terakhir dilanda serangkaian serangan oleh kalangan garis keras.
Sumber: Reuters
Baca juga: Serangan di Nice, pemerintah Prancis akan lindungi tempat penting
Baca juga: Prancis berlakukan status keamanan tertinggi setelah serangan di Nice
Baca juga: Wakil Ketua MPR kecam keras sikap Presiden Prancis
Pewarta: Tia Mutiasari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020