"Pengelolaan hutan yang harus melibatkan dan menyejahterakan masyarakat sekitar hutan, dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi hutan sebagaimana mestinya, menjadi solusi atas berbagai permasalahan kehutanan yang masih terjadi di daerah Lampung ini," kata Kepala Dinas Kehutanan Lampung Ir Yanyan Ruchyansyah MSi di Bandarlampung, Sabtu.
Yanyan menyebutkan sesuai Keputusan Menhutbun Nomor: SK.256/Kpts-II/2000, luas kawasan hutan di Provinsi Lampung adalah 1,004 juta hektare setara dengan 28,45 persen dari luas Provinsi Lampung.
Berdasarkan pembagian kewenangan, kawasan hutan yang menjadi urusan Pemerintah Provinsi Lampung adalah seluas 564,954 ribu ha meliputi hutan lindung, hutan produksi dan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR).
Selebihnya yaitu seluas 439,8 ribu ha merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), meliputi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Taman Nasional Way Kambas (TNWK), dan Cagar Alam/Cagar Alam Laut (CAL) Gunung Anak Krakatau.
Yanyan merincikan perambahan dan okupasi kawasan hutan sebagai dampak pertumbuhan penduduk yang membutuhkan lahan untuk berusaha dan bermukim, masih menjadi persoalan utama dalam pengelolaan hutan di Provinsi Lampung.
Menurutnya, meskipun secara hukum status kawasan hutan adalah hak negara, namun fakta di lapangan pengelolaan lahan hutan dilakukan oleh masyarakat.
Selain permasalahan tersebut, pembangunan kehutanan di Provinsi Lampung juga dihadapkan kepada persoalan lain yang cukup kompleks, antara lain masih terjadinya tindak pidana illegal logging, kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang kritis, potensi kayu rakyat/hutan rakyat belum terdata dengan valid, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan wisata alam belum maksimal, konflik tenurial kawasan hutan, pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) belum maksimal, dan masih terjadinya konflik satwa liar.
Salah satu solusi terhadap permasalahan tersebut di atas adalah dengan melakukan perubahan paradigma pengelolaan hutan, dari pengelolaan hutan oleh negara (forest management by state) ke arah pengelolaan hutan bersama masyarakat (Community Based Development), katanya lagi.
Dia menjelaskan bahwa pengelolaan hutan yang harus melibatkan dan menyejahterakan masyarakat sekitar hutan dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi hutan sebagaimana mestinya, diharapkan menjadi solusinya.
Dalam permasalahan ini, kata Yanyan lagi, pengelolaan hutan dengan prinsip “wanatani” atau lebih dikenal dengan istilah agroforestri merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan produktivitas lahan, sekaligus bagian upaya konservasi tanah, air dan keanekaragaman hayati.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan kehutanan yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, perekonomian dan daya saing daerah yang berlandaskan kelestarian fungsi hutan, diperlukan sinergi para pihak, katanya pula.
Yanyan menyebut peran pemerintah, pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat yang tinggal di dalam/sekitar hutan sangat diperlukan dalam melakukan pengelolaan hutan yang ada di Provinsi Lampung, mulai dari hulu (perlindungan dan rehabilitasi hutan) hingga hilir (aneka usaha kehutanan).
Festival Kehutanan Lampung
Berkaitan itu, katanya lagi, perlu adanya kegiatan untuk menyatukan langkah dan persepsi, mempromosikan aneka usaha kehutanan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia kehutanan dalam suatu wadah “Festival Kehutanan Lampung Tahun 2020”.
Yanyan menyebut tujuan dan target kegiatan itu dirancang untuk mempertemukan para pihak terkait yang memiliki kepentingan terhadap kegiatan menjaga serta pemanfaatan hasil hutan baik dari sektor hulu sampai ke sektor hilir, sehingga meningkatkan sinergi antara para pihak dalam pembangunan kehutanan di Provinsi Lampung, meningkatkan promosi produk kehutanan berbasis agroforestri dan wisata alam serta meningkatkan kapasitas SDM kehutanan.
Target dari kegiatan ini adalah menghadirkan para pihak yang memiliki potensi dalam usaha HHBK dengan pola agroforestri, sehingga konsumen yang berada di hilir dapat memahami fungsi petani dalam menjaga hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan di hilir. Dengan demikian kesadaran dalam menjaga fungsi hutan dapat berkesinambungan dari hulu sampai hilir, katanya pula.
Festival Kehutanan Lampung Tahun 2020 mengambil tema “Greener Lampung Greener Tomorrow for Sustainability and Prosperity", Lampung lebih hijau Masa Depan Lebih Hijau untuk Kelestarian dan Kesejahteraan.
Festival Kehutanan Lampung Tahun 2020 akan diadakan pada tanggal 2-5 November 2020 secara offline (luring) dan online (daring) untuk memenuhi kebijakan protokol penanganan COVID-19.
Yanyan merincikan kegiatan offline (luring) dilaksanakan di Hotel Sheraton Bandarlampung, lokasi wisata KPH Way Pisang-Gunung Rajabasa-Batu Serampok.
Kemudian kegiatan online (daring) dilaksanakan di Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Batutegi, Kantor KPHL Kota Agung Utara, dan Kantor KPHL Pesisir Barat.
Peserta Festival Kehutanan Lampung Tahun 2020 ini diharapkan melibatkan berbagai pemangku kebijakan, antara lain pemangku kebijakan dari Kementerian LHK dan unsur pemerintah provinsi yang membidangi kehutanan, koperasi dan UMKM, pariwisata dan perdagangan, petani pelaku kegiatan agroforestri, LSM/pihak yang tertarik dalam mengembangkan kegiatan agroforestri, perguruan tinggi, platform nasional produk HHBK, pelaku usaha restoran, kafé, produsen makanan dan minuman serta media massa.
Yanyan menyatakan kegiatan Festival Kehutanan Lampung 2020 merupakan kerja sama antara Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dengan LSM Rumah Kolaborasi (RUKO) dan Rainforest Alliance (RA) serta didukung oleh Rumah Belajar, IIBF, Komunitas Tangan Di Atas, Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) DPD Lampung, Ika SKMA dan Ika Forest Ranger.
Penyelenggaraan festival ini dibiayai bersama dengan dukungan APBD di Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dengan anggaran RUKO tahun 2020.
Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020