Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Muhammad Budi Hidayat dalam temu media yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa, mengatakan tren kasus baru COVID-19 di Indonesia memang mulai menurun, namun hal tersebut tidak menggambarkan kasus penularan yang terjadi secara riil di lapangan.
Budi menegaskan bahwa pelacakan kontak erat pasien COVID-19 hingga ditemukannya kasus positif harus ditindaklanjuti dengan karantina atau isolasi mandiri agar tidak terjadi penularan berkelanjutan.
"Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah untuk menghambat dan bahkan menghentikan transmisi penularan. Melalui deteksi dini, skrining gejala, skrining faktor risiko, isolasi mandiri atau karantina sesuai berat ringannya gejala, dan pelacakan kontak yang jadi titik kritis mulai dari pendataan kontak, karantina kontak, dan pemantauan kondisi kesehatannya," kata Budi.
Baca juga: Sistem 'uji dan lacak' COVID Irlandia kewalahan akibat lonjakan kasus
Baca juga: Anggota DPRD positif, Tim COVID-19 Jayawijaya-Papua lacak sopir
Dia menekankan pada setiap tenaga kesehatan di daerah untuk memperhatikan masa inkubasi virus di dalam tubuh manusia sebelum akhirnya memunculkan gejala. Selain itu dia juga mengingatkan masa penularan yang rentan terjadi saat seseorang dalam masa inkubasi virus SARS CoV 2.
Budi menekankan pentingnya koordinasi dan kolaborasi antar kementerian-lembaga pusat maupun daerah berdasarkan pedoman yang berlaku. "Selain itu perlu adanya monitoring dan supervisi dari tingkat terkecil yaitu mulai dari Puskesmas di Kabupaten-Kota hingga pusat," kata Budi.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 bersama dengan Kementerian Kesehatan meluncurkan program penguatan tracing atau pelacakan kontak erat pasien COVID-19 di 51 kabupaten-kota pada 10 provinsi prioritas dalam upaya menurunkan kasus konfirmasi positif baru.
Peluncuran Program Penguatan Tracing akan menyasar penambahan jumlah personil pelacak atau tracer di Puskesmas, dan petugas data untuk melakukan analisis epidemiologi sederhana di kabupaten-kota. Sejumlah 1.612 puskesmas menjadi target penambahan 8.060 pelacak di seluruh Indonesia.
Program yang berisi pelatihan tersebut diharapkan daerah-daerah dapat mendeteksi lebih dari 80 persen kontak erat dari kasus konfirmasi dalam waktu 72 jam, serta melakukan pemantauan terhadap kontak erat hingga 14 hari sejak terpapar atau berkontak dengan individu terkonfirmasi COVID-19.*
Baca juga: PM Inggris pertahankan sistem uji dan lacak untuk tangani COVID-19
Baca juga: Dinkes DKI: Puskesmas garda terdepan lacak kasus COVID-19
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020