Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menilai aliran modal asing masih tertahan untuk masuk ke negara-negara berkembang, seperti Indonesia, sebab menanti hasil Pemilihan Presiden (Pilples) Amerika Serikat (AS) yang digelar pada 3 November 2020 waktu setempat.Hal ini ternyata sekaligus menyebabkan investor enggan masuk ke negara berkembang
"Kemenangan Biden cenderung positif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab kebijakan Presiden Trump yang ‘ultra-populis’ selama ini cenderung membuat perekonomian dunia kurang imbang namun berisiko memicu gejolak yang lebih kompleks di masa yang akan datang," ujar Budi dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.
Budi menuturkan stimulus masif defisit fiskal, terutama pemotongan pajak korporasi yang lebih berpihak kepada kelompok ekonomi atas, telah menyebabkan perekonomian AS relatif paling kuat dibandingkan negara lain. Sementara stimulus moneter berupa penurunan suku bunga dan penggelontoran likuiditas telah memicu kenaikan harga saham di AS.
Baca juga: Presiden: Tren membaik, pertumbuhan ekonomi kuartal III minus 3 persen
"Hal ini ternyata sekaligus menyebabkan investor enggan masuk ke negara berkembang," kata Budi.
Selain hasil pilpres AS, pelaku pasar juga menanti solusi penanganan dari wabah COVID-19 di mana saat ini Eropa tengah mengalami gelombang kedua (second wave).
Kendati melihat peluang keuntungan di pasar saham sekira Biden menang, Budi mengingatkan investor untuk siaga menyikapi volatilitas terutama yang bersumber dari nilai tukar.
Baca juga: Rupiah Senin sore ditutup melemah, terimbas dampak libur panjang
"Sejauh ini investor asing menyukai SBN Indonesia dalam mata uang asing yang relatif aman terhadap risiko nilai tukar," ujar Budi.
Posisi kepemilikan investor asing dalam SBN tercatat sebesar Rp952 triliun, naik dari posisi terendah Rp917 triliun, namun masih belum kembali melampaui posisi sebelum COVID Rp1.090 triliun.
Bahana TCW selaku anak usaha dari IFG Grup, Holding Asuransi dan Penjaminan BUMN, juga menilai beragam kebijakan pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan OJK untuk memacu pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19, kini mulai menunjukkan hasil positif.
Baca juga: BI: Pemesanan vaksin COVID-19 tumbuhkan keyakinan investor global
"Untuk mengukur efektivitas stimulus, kami mencermati tiga hal. Pertama, apakah stimulus fiskal untuk bantuan sosial dan pelonggaran moneter memacu pertumbuhan jumlah uang beredar? Secara spesifik kami mencermati pertumbuhan M1 sebagai ukuran daya beli. Ada kabar baik mengingat pertumbuhan M1 melonjak 19,3 persen per Agustus dibanding setahun lalu," ujar Budi.
Sementara itu indikator kedua apakah investor asing kembali masuk ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) untuk memperkuat posisi rupiah. Budi menuturkan, ada isyarat baik di mana selama Oktober investor asing terus masuk. Sedangkan yang ketiga yaitu terkait apakah perbankan yang sudah memiliki likuiditas mau menyalurkan kredit.
"Walau secara tahunan masih mengcewakan, angka bulanan pertumbuhan kredit sudah menunjukkan perbaikan," katanya.
Baca juga: BI ungkap aliran modal asing masuk RI mulai naik
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020