"Perlunya standardisasi untuk 'clinical trial' (uji klinis) secara nasional, ini menjadi sangat mendesak," kata Menristek dalam seminar virtual Harmonisasi Triple Helix: Kemandirian dan Kedaulatan Produk Inovasi Nasional, Jakarta, Kamis.
Dalam diskusinya dengan beberapa perusahaan-perusahaan farmasi, Menristek mengetahui perusahaan farmasi memiliki semangat inovasi tinggi namun menghadapi tantangan dalam melakukan uji klinis sehingga perlu ada standardisasi untuk memudahkan mereka dalam melakukan kegiatan riset dan pengembangan serta inovasi ke depan.
Baca juga: Menristek: Vaksin untuk ciptakan kekebalan massal terhadap COVID-19
Bahkan perusahaan-perusahaan farmasi tersebut menyarankan agar Indonesia memiliki semacam pusat nasional untuk uji klinis (national center for clinical trial).
"Jadi 'clinical trial' (uji klinis) untuk tingkat nasional yang artinya termasuk bagaimana menentukan 'ethical clearance' (kelayakan etik) dan proses uji klinis segala macam sehingga semuanya terstandar dan kalau semua standar makanya ini akan memberikan kepastian dan semangat inovasi yang lebih tinggi, riset dan pengembangan yang lebih tinggi bagi perusahaan 'pharmaceutical' (farmasi)," ujarnya.
Menristek menyakini kemampuan industri farmasi di Indonesia namun tentunya mereka harus difasilitasi dengan kemudahan dalam melakukan kegiatan riset dan pengembangan termasuk terkait vaksin yang saat ini dibutuhkan untuk pencegahan COVID-19.
"Tentunya tanpa mengorbankan masalah 'safety' (keamanan) dan masalah 'efficacy' (kemanjuran) yang dari obat, terapi atau vaksin yang diuji coba," tuturnya.
Baca juga: Pengembangan vaksin utamakan keamanan dan kemanjuran
Baca juga: Menristek resmikan laboratorium SNSU, tingkatkan infrastruktur mutu
Baca juga: Eijkman: Kapasitas global penuhi vaksin bagi setengah penduduk dunia
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020