• Beranda
  • Berita
  • Menristek Bambang dorong keberpihakan untuk OMAI

Menristek Bambang dorong keberpihakan untuk OMAI

6 November 2020 15:38 WIB
Menristek Bambang dorong keberpihakan untuk OMAI
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro dalam diskusi soal pengambangan OMAI untuk kemandirian obat yang diadakan oleh TEMPO, dipantau dari Jakarta pada Jumat (6/11/2020). ANTARA/Prisca Triferna.
Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Menristek)/ Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mendorong lebih banyak keberpihakan untuk Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) dan fitofarmaka dengan salah satu caranya dimasukkan ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Menurut Menristek, 95 persen bahan baku untuk produk obat terutama yang berjenis kimia di Indonesia dari impor. Padahal, obat merupakan salah satu isu prioritas nasional karena semua orang membutuhkannya.

"Sudah saatnya kita lebih fokus kepada yang herbal. Indonesia adalah negara dengan biodiversitas terbesar di dunia," kata Bambang dalam dialog virtual tentang pengembangan OMAI yang dipantau dari Jakarta, Jumat.

Baca juga: Obat atasi gangguan lambung berbahan kayu manis peroleh Fitofarmaka

Baca juga: Kepala LIPI sebut keterlibatan swasta cara cepat hasilkan fitofarmaka


Tidak hanya kekayaan di darat yang berpotensi menjadi OMAI, tapi juga terdapat potensi di lautan Indonesia untuk dapat menjadi bahan baku obat.

Bambang menegaskan untuk memanfaatkan kekayaan biodiversitas tersebut, perlu ada penelitian ekstraksi serta proses identifikasi bahan baku herbal apa saja yang bisa dipakai untuk obat.

Kepala Bappenas 2016-2019 itu mengakui proses Research and development (R&D) fitofarmaka tidaklah cepat dan murah. Kemenristek telah berusaha mendorong pengembangan OMAI dengan memasukkannya sebagai salah satu prioritas riset nasional dan membiayai beberapa penelitian untuk akselarasinya.

Menurut dia, sumber daya manusia dan kekuatan riset di bidang OMAI dan fitofarmaka sudah sangat kuat. Tapi, salah satu halangan yang dikeluhkan pelaku industri adalah proses uji klinis masih lama.

Selain itu, pengembangannya juga terganggu karena banyak OMAI dan fitofarmaka yang masih belum masuk dalam obat yang dapat direkomendasikan dalam program JKN.

Baca juga: Kembangkan produk herbal baru, Phapros siap menjadi pemain utama di Fitofarmaka

Baca juga: Pemerintah dorong saintifikasi jamu agar penuhi uji klinis


Belum masuknya OMAI dan fitofarmaka ke JKN itu memang sangat menyulitkan untuk obat-obat herbal asli Indonesia bisa bersaing dengan obat-obatan berbahan baku kimia, yang mayoritas bahan bakunya impor.

"Menurut saya, harus ada pemihakan dari Kementerian Kesehatan, harus ada ketegasan bahwa kita harus memprioritaskan obat yang basisnya berasal dari negara kita sendiri. Ini kekayaan kita yang luar biasa, yang sayang sekali kalau hanya menjadi catatan dan data," kata Bambang.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020