Ratusan pekerja migran itu merupakan anak buah kapal yang bekerja di 12 kapal ikan berbendera China milik Dalian Ocean Fishing Co, perusahaan asal China yang berpusat di Zhongshan, Dalian.
"Kemlu berkoordinasi dengan kementerian/lembaga di pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Bitung berhasil fasilitasi kepulangan 157 ABK WNI, termasuk dua jenazah yang bekerja pada berbagai kapal ikan berbendera China melalui jalur laut ke Bitung, Sulawesi Utara, Indonesia," kata pihak kementerian.
Informasi pemulangan ABK WNI itu sebelumnya telah disampaikan oleh Direktur Pelindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI Judha Nugraha dalam sebuah acara diskusi panel virtual, Senin (2/11).
Judha menjelaskan pemerintah Indonesia telah menempuh tahapan panjang sejak awal tahun ini sampai akhirnya dapat memulangkan ratusan ABK yang bekerja di belasan kapal milik Dalian Ocean Fishing Co.
Pemulangan itu menjadi salah satu tuntutan yang diminta oleh pemerintah Indonesia kepada pemerintah China, selaku negara asal perusahaan/pemilik kapal (flag state).
"Keseluruhan ABK tersebut berasal dari 12 kapal ikan China dan kemudian dipulangkan ke Indonesia menggunakan Kapal Long ing 601 dan Long Xing 610," terang pihak kementerian, seraya menegaskan ketibaan para ABK Indonesia itu dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Para ABK telah menjalani tes cepat COVID-19 (rapid test) di atas kapal dan seluruh hasilnya negatif, kata pihak kementerian.
"Selanjutnya, mereka tetap menjalani tes usap PCR dan karantina di rumah singgah yang disiapkan Pemprov Sulawesi Utara, sementara dua jenazah ABK WNI yang diduga meninggal karena sakit akan menjalani proses otopsi sebelum diserahkan ke keluarga," jelas Kemlu lewat pernyataan yang sama.
Proses pemulangan ratusan ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal milik Dalian itu telah diupayakan sejak awal 2020.
Beberapa kapal ikan milik Dalian, termasuk Long Xing 629, sempat terganjal berbagai kasus hukum, mulai dari dugaan eksploitasi pekerja dan praktik perbudakan modern hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yang korbannya adalah beberapa ABK Indonesia.
"Kemlu dan perwakilan pertama kali mendapatkan report (laporan, red) atas kasus ini pada 3 Januari 2020, pada saat tersebut kita mendapatkan informasi ada tiga kematian dan posisi kapal ada di Samudera Pasifik dekat dengan perairan Samoa, dan saat kita menerima informasi segera kita menggerakkan perwakilan di Wellington, Suva, dan Beijing," kata Judha minggu ini.
Upaya itu pun ditindaklanjuti oleh pertemuan bilateral antara Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi. Salah satu pertemuan berlangsung di Kota Sanya, Hainan, China pada 20 Agustus 2020.
Rangkaian lobi dan pertemuan diplomatik yang telah dimulai sejak awal tahun ini pun berujung pada tercapainya kesepakatan kerja sama pemberian bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance), yang juga mencakup perjanjian ekstradisi, oleh pemerintah Indonesia dan China.
Di samping perjanjian kerja sama hukum dan repatriasi/pemulangan, Indonesia juga mendorong kerja sama penegakan hukum antara kedua negara.
"Dalam hal ini Bareskrim (Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, red) telah menyampaikan permintaan untuk menghadirkan satu orang saksi, warga negara China agar bisa dihadirkan pada persidangan kapal Long Xing 629 untuk tuduhan tindak pidana perdagangan orang," kata Direktur PWNI-BHI Kemlu RI saat sesi diskusi mengenai ABK Indonesia yang digelar secara virtual minggu ini.
Baca juga: KDEI Taipei fasilitasi pemulangan tiga jenazah ABK
Baca juga: KBRI Bangkok fasilitasi pemulangan ABK Indonesia
Baca juga: 91 ABK dan PMI dipulangkan dari Hong Kong dan Makau
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020