KSP: UU Cipta Kerja bantu nelayan naik kelas

9 November 2020 17:23 WIB
KSP: UU Cipta Kerja bantu nelayan naik kelas
Pekerja mengumpulkan ikan hasil tangkapan nelayan di tempat pelelangan ikan, Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (3/10/2020). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/wsj.

Dengan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya maka definisi nelayan akan dipadankan dengan kategori UMKM, sehingga dapat mendorong para nelayan untuk memperoleh akses permodalan dari perbankan

Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden (KSP) Alan F Koropitan mengatakan UU Cipta Kerja turut membantu nelayan nasional naik kelas dengan memperoleh akses permodalan perbankan.

"Dengan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya maka definisi nelayan akan dipadankan dengan kategori UMKM, sehingga dapat mendorong para nelayan untuk memperoleh akses permodalan dari perbankan, serta bantuan pemerintah lebih tepat sasaran,” ujar Alan dalam siaran pers KSP, di Jakarta, Senin.

Alan mengatakan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengatur sektor maritim agar lebih memiliki daya saing. Salah satunya ialah memperkuat peran nelayan dan melindungi nelayan dengan pertimbangan yang menyeluruh.

Dia menuturkan, dalam hal definisi nelayan, UU Ciptaker mempertimbangkan aspek holistik yakni tidak hanya melihat kapasitas usaha dari ukuran kapal, melainkan juga modal usaha khususnya dari dalam negeri sehingga nelayan bisa naik kelas.

Baca juga: KKP paparkan dampak positif UU Cipta Kerja bagi sektor perikanan

“Misalnya, pemilik kapal di bawah 10 Gross Ton (GT), tapi punya modal besar dan mesin kapasitas besar. Ini tidak bisa masuk kategori nelayan kecil. Negara akan mengatur melalui UU Cipta Kerja dengan aturan turunan melalui RPP,” ungkap Alan.

Menurut Alan, UU Cipta Kerja  juga akan mempertajam definisi terkait sektor kelautan, agar kian memperkuat pengelolaan yang tepat sasaran.

Alan mengatakan 96 persen kapal ikan berada di bawah 10 GT, di mana 68 persen di antaranya adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor yang tidak mungkin berlayar ke area Zona Ekonomi Eksklusif.

Pemerintah, kata dia, memiliki semangat nasionalisme tinggi, terutama dalam hal kedaulatan negara. Salah satunya mengenai aturan akses asing terhadap pengelolaan perikanan, terutama di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Alan menyampaikan kedaulatan wilayah itu hanya berlaku untuk perairan teritorial, bukan ZEE.

“Tapi kita memiliki hak berdaulat di ZEE, yang meliputi hak eksplorasi, eksploitasi dan pemeliharaan keberlanjutan lingkungan,” kata Alan.

Baca juga: RI perjuangkan transparansi pengelolaan ikan tuna di Samudera Hindia

Dia menekankan pemerintah akan memastikan bahwa UU Cipta Kerja selaras dengan Undang-undang Perikanan sebelumnya, dimana tetap menegaskan akses asing harus didahului dengan perjanjian perikanan bilateral.

“Artinya kan kita berhak memberi izin atau tidak terhadap kapal asing,” ujar dia.

Hal ini pernah berlangsung pada tahun 2001 hingga 2006. Indonesia pernah memberi kesempatan kepada pihak asing yaitu Thailand, Filipina dan China untuk menangkap ikan di ZEE melalui perjanjian kerjasama bilateral.

“Jika Indonesia sanggup mengelola sepenuhnya maka artinya Indonesia mampu dan tidak perlu melibatkan asing,” jelas Alan.

Baca juga: Anggota DPR: UU Cipta Kerja jawab kerumitan birokrasi sektor perikanan
 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020